Kamis 06 Sep 2018 10:43 WIB

Menkeu: Mobil Mewah tidak Penting Bagi Republik Ini

Nilai impor mobil mewah hingga Agustus sebesar 87,88 juta dolar AS.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Friska Yolanda
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/9).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atau PPh impor membuat harga mobil mewah impor bisa melonjak hingga tiga kali lipat dari harga sebelum terkena pajak. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, impor mobil mewah perlu dikurangi untuk mengatasi defisit neraca dagang dan defisit neraca transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). 

"Untuk barang mobil mewah, dalam situasi seperti ini, itu barang mewah yang tidak penting bagi republik ini," kata Sri di kantor Kemenkeu pada Rabu (5/9).

Sri menjelaskan, nilai impor mobil mewah Januari hingga Agustus 2018 sebesar 87,88 juta dolar AS. Dengan kenaikan PPh impor dari 2,5 persen hingga 7,5 persen menjadi 10 persen, maka total pajak yang bisa dikenakan pada mobil mewah bisa mencapai 195 persen. Hal itu terdiri atas bea masuk sebesar 50 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, PPh impor 10 persen, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang berkisar 10 persen hingga 125 persen.

Baca juga, Mobil Mewah Kena Pajak Hingga 195 Persen

"Itu diharapkan bisa mengurangi impor mobil-mobil mewah karena harganya hampir tiga kali lipat dibandingkan di luar," kata Sri.

Pemerintah resmi mengumumkan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 impor terhadap 1.147 komoditas. Hal itu merupakan hasil peninjauan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 132 tahun 2015, nomor 6 tahun 2017, dan nomor 34 tahun 2017.

Peninjauan dilakukan secara bersama-sama oleh Kemenko Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kantor Staf Presiden. "Instrumen fiskal ini bertujuan untuk mengendalikan impor namun kami telah meneliti dengan detail agar tidak mempengaruhi atau memberikan pengaruh minimal pada sektor produktif," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di kantor Kemenkeu, Jakarta pada Rabu (5/9).

Sri merinci, terdapat 210 komoditas yang mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 7,5 persen menjadi 10 persen. Komoditas tersebut di antaranya adalah barang mewah seperti mobil Completely Built Up (CBU) atau mobil secara utuh dan motor besar.

Kemudian, 218 komoditas mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik serta keperluan sehari-hari seperti sabun, sampo, kosmetik, dan peralatan masak.

Selanjutnya, 719 komoditas mengalami kenaikan tarif PPh impor dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Barang yang masuk dalam kategori ini adalah barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contohnya, bahan bangunan seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio visual, dan produk tekstil.

Sementara, terdapat 57 komoditas impor yang tetap dikenai tarif sebesar 2,5 persen atau tidak berubah. "Pertimbangannya barang itu memiliki peranan besar untuk menjaga pertumbuhan ekonomi karena termasuk bahan baku untuk menjaga produksi," kata Sri. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement