REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Ketua Umum Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial Nahdlatul Ulama (YTPSNU) "Khadijah" Surabaya, Hj Khofifah Indar Parawansa mengusulkan perombakan pola ujian nasional (UN) dari standar nasional menjadi standar lokal untuk menyikapi kasus kecurangan UN 2011 di SDN Gadel 2, Surabaya.
"Kasus kecurangan UN di SDN Gadel 2 Surabaya itu membuktikan adanya tindak doktrinasi sikap ketidakjujuran pada lembaga pendidikan yang dilakukan guru kepada siswa," katanya di sela-sela prosesi wisuda siswa SMP 'Khadijah' di Gramedia Expo, Surabaya, Kamis.
Meski tidak terbukti secara kuantitatif lewat Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN), katanya, doktrinasi guru pada siswa untuk melakukan "kerja sama" dalam mengerjakan ujian itu menunjukkan bahwa ketidakjujuran atau pendidikan negatif telah mendarah-daging dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kasus ini menjadi bukti bahwa ketidakjujuran itu 'built in' dalam kehidupan bangsa. Doktrinasi ketidakjujuran pada siswa sejak dini di tingkat SD menjadikan bangsa Indonesia saat ini kesulitan mencari figur pemimpin yang bersih dan jujur," kata mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan itu.
Kondisi itu, kata Ketua Umum PP Muslimat NU itu, justru diperparah dengan rendahnya "social punishment" di tengah, sehingga menjadikan sikap menyontek bersama-sama menjadi hal yang lumrah, wajar, dan seakan legal.
"Lihat saja, gurunya malah menyuruh, masyarakatnya malah bilang itu wajar. Itu sangat merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap ketidakjujuran dalam masyarakat itu akibat hilangnya kesadaran diri untuk tawakkal dan berbesar hati," katanya.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah agar segera melakukan perombakan sistem pendidikan yang selama ini dijalankan, khususnya dalam hal konsep pelaksanaan UN, yakni dari standar nasional menjadi standar lokal.
"Model generalisasi standar kelulusan UN harus diubah menjadi standar lokal. Sekolah-sekolah harus diberi kebebasan penuh dalam menilai dan memberi standar kelulusan pada siswanya, karena potensi siswa di setiap wilayah itu sangat jauh berbeda," katanya.
Perbedaan standar itu dipengaruhi SDM, sarana prasarana, aksesibilitas, dan banyak faktor lain. "Jadi, harus ditetapkan standar lokal, jangan menggeneralisasi," tandasnya.