REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) melibatkan Fakultas Farmasi dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) untuk mengkaji kehalalan produk obat-obatan dan kosmetika di Indonesia.
"Obat dan kosmetik punya pasar sangat besar di Indonesia tapi kebanyakan tidak terjamin kehalalannya, Uhamka dinilai punya kemampuan mengkaji soal ini," kata Rektor Uhamka Prof Dr Suyatno MPd usai Kuliah Umum Perdana yang dihadiri 3.593 mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) di Jakarta, Senin.
Dalam kaitannya dengan kerja sama tersebut Uhamka, ujar Suyatno, sudah menyediakan dana pembangunan laboratorium uji halal pada obat dan kosmetika senilai Rp2-3 miliar, dan sedang mendata obat dan kosmetika yang akan dikaji kehalalannya.
Kerja sama antara LPPOM MUI dengan Uhamka, ujarnya, mencakup bidang pengkajian dan penelitian yang merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MOU) yang telah ditandatangani tahun lalu.
Pertemuan lanjutan itu dihadiri Wakil Rektor I Uhamka Dr Muhdi, MS, Wakil Rektor III Dr Gunawan serta Dekan Fakultas Farmasi dan Science Drs H Endang Abu Tarya. Selama ini LPPOM MUI telah bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam penelitian pangan halal.
Sementara itu, Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, MSi menyatakan, kerja sama dengan Uhamka diharapkan semakin meningkatkan perhatian dan pelayanan LPPOM MUI di bidang sertifikasi halal, terutama dalam hal penyediaan obat-obatan dan kosmetika halal.
"Sampai saat ini, obat yang bersertifikat halal masih sangat jarang karena adanya keengganan dari pihak produsen untuk mengajukan sertifikasi halal. Bahkan, terdapat kecenderungan dari sementara kalangan yang berusaha? 'melepaskan diri' dari sertifikasi halal, dengan dalih obat sebagai sesuatu yang bersifat darurat," kata Lukmanul Hakim.
Padahal, berdasarkan kaidah syariah, hukum kedaruratan tak bisa diterapkan begitu saja karena harus memenuhi sejumlah persyaratan yang cukup ketat, misalnya, ketiadaan alternatif pengganti atau terpaksa harus digunakan, yang jika tidak akan berisiko penyakit semakin parah atau menyebabkan kematian, ujarnya.
"Tapi kalau hanya sakit kepala atau flu kan bukan sesuatu yang bersifat darurat," ujarnya sambil menambahkan bahwa konsumen Indonesia mayoritas muslim, sehingga jaminan kehalalan atas obat dan kosmetik tak bisa dipandang sebelah mata
Saat ini obat yang beredar di Indonesia hampir 90 persen bahan bakunya diimpor yang tidak terjamin kehalalannya. Oleh karena itu, kerja sama antara LPPOM MUI dengan Uhamka diharapkan bisa lebih memfokuskan perhatian terhadap penyediaan obat-obatan halal, ujarnya.
Terlebih lagi, dalam waktu dekat akan diberlakukan pelayanan kesehatan masyarakat dalam bentuk Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang memungkinkan konsumsi obat oleh masyarakat bakal semakin meningkat, karena difasilitasi oleh negara.
"Kita ingin agar peningkatan kesehatan masyarakat ini diimbangi dengan upaya perlindungan konsumen dari produk yang dijamin kehalalannya," katanya.