Hari Pendidikan Nasional yang diperingati 2 Mei lalu sudah berlalu. Sebagian besar orang melewatkan begitu saja hari itu tanpa makna. Namun tidak bagi Musholly JFR Nihe (35), pemuda yang sudah lebih dari 5 tahun menjadi tulang punggung sebuah Madrasah Ibtidaiyah gratis khusus untuk kaum miskin. Jika orang mencari nafkah semata-mata untuk kekayaan dan kemakmurannya sendiri, Musholly mencari nafkah untuk membiayai sekolah gratisnya.
Demi memenuhi pesan ibunya Kartini Nihe (68), Musholly rela menunda pernikahannya. Dia mengabdikan diri membangun dan membiayai sekolah dasar gratis untuk keluarga dhuafa yang tinggal di kawasan padat dan kumuh di tengah kota Makassar. Tampak penuh semangat dan bercita-cita tinggi, Musholly adalah keturunan Gorontalo yang kemudian bersama seluruh keluarganya hijrah ke Makassar.
Dibesarkan di tengah keluarga yang berkecukupan tidak membuatnya terlena. Selepas kuliah informatika di salah satu kampus swasta terkenal di Jakarta, dia merintis bisnis komputer.
"Ibunda saya adalah orang yang sangat ingin beramal untuk bekal akhirat. Saya harus membantunya. Saya dirikan usaha ini dengan niat bisa membantu ibunda saya beramal jariyah," tutur Musholly mengisahkan.
Awal tahun 2000-an, dia dan ibunya membeli sebuah rawa di Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar. "Rawa ini tepat di pemukiman orang miskin dan padat. Saya dengan Ibu dan saudara-saudara mulai membangun masjid. Alhamdulillah masjid sudah berdiri. Kemudian saya mulai membangun tiga lokal untuk sekolah dasar dengan model Madrasah Ibtidaiyah, dan mulai mencari guru. Guru-guru kami semua rela digaji hanya 200 ribu sebulan," tuturnya pelan.
Kegigihannya menyediakan sekolah gratis membuahkan hasil. Usaha jual-beli komputernya berjalan dengan baik. Musholly kemudian berkenalan dengan Dompet Dhuafa Sulawesi Selatan. Oleh DD Sulsel, rintisan pendidikan ini direncanakan akan dibesarkan sehingga dapat mencapai taraf seperti SMART Ekselensia, sekolah gratis khusus untuk anak dhuafa jenius yang didirikan DD di Parung, Bogor.
“Saya ingin membantu ibunda saya beramal," imbuh dia. Melalui pendidikan, dia yakin manfaatnya akan terus mengalir. "Saya anak paling bungsu, laki-laki sendirian. Saya bertanggung jawab pada ibu saya, tidak hanya soal duniawi, tapi juga ibadahnya,” kata dia mengakhiri kisahnya.