Selasa 10 Feb 2015 19:49 WIB

Urgensi SMK Berbeda dengan SMA

Rep: C64/ Red: Djibril Muhammad
Mobil Bertenaga Listrik: Siswa SMK Muhammadiyah mencoba mobil bertenaga listrik saat peluncuran di PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (19/12).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Mobil Bertenaga Listrik: Siswa SMK Muhammadiyah mencoba mobil bertenaga listrik saat peluncuran di PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (19/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Mustagfirin Amin memaparkan persiapan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Nasional (SNMPTN) yang semakin dekat.

"Urgensi Sekolah Menengah Kejuruan terhadap SNMPTN tidak bisa disamakan dengan Sekolah Menengah Atas," katanya kepada Republika, Selasa (10/2) di Jakarta, Selasa (10/2)

Ia mengatakan, ada dua urgensi SMK saat ini yang tidak bisa dipaksakan untuk mengikuti SNMPTN atau mengharuskan mengenyam pendidikan tinggi. Tapi, bukan berarti tidak diperbolehkan mengikuti SNMPTN. "Siswa-siswi SMK memiliki hak untuk memilih," katanya.

Menurutnya, dua urgensi itu adalah awal dibentuknya SMK dan kondisi keluarga mayoritas siswa-siswi SMK. Pertama, sejak awal dibentuknya SMK ini adalah untuk mendukung kebutuhan Sumber Daya Manusia yang memiliki skill, kemampuan dan siap untuk bekerja setelah lulus nanti.

Kedua, mayoritas siswa-siswi yang mendaftar ke SMK memiliki tujuan untuk segera bekerja dan tidak sedikit dari mereka yang kondisi ekonomi termasuk menengah ke bawah.

"Oleh karena itu, kami menyarankan kepada mereka untuk bekerja terlebih dahulu dan setelah memiliki tabungan yang cukup sekitar dua hingga empat tahun kemudian, mereka bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi," ujarnya.

Secara tidak langsung, hal itu dilakukan untuk mendidik pemuda usia produktif agar lebih mandiri dan belajar bertanggung jawab terkait hal yang besar. Sehingga, tidak lagi membebani keluarga yang perekonimiannya rendah, justru bisa membantunya.

"Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat di Indonesia pun akan semakin meningkat secara perlahan dan berpendidikan. Pasalnya, SDM yang ada memiliki skill dan kemampuan yang berkualitas dan dibutuhkan," katanya.

Ia menyebutkan, dari data yang ada hanya sekitar delapan persen siswa-siswi SMK yang melanjutkan ke pendidikan tinggi segera setelah lulus dari SMK. Sedangkan, sisanya memilih untuk bekerja dan berwirausaha.

Oleh karena itu, saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mempersiapkan beberapa startegi dalam merevitalisasi SMK di Indonesia.

Selain itu, pada tahun ajaran baru nanti Direktorat Pembinaan SMK mengusulkan untuk memberikan fasilitas 1000 sekolah, membangun ruangan untuk 300 SMK, dan 200 SMK yang akan dijadikan sebagai rujukan. Sehingga, Kemendikbud bisa memastikan layanan pendidikan SMK yang terbaik.

"Tak ada paksaan siswa-siswi harus mengeyam pendidikan tinggi setelah lulus dan tidak ada paksaan juga untuk langsung bekerja. Tapi, SMK ada untuk membentuk SDM siap bekerja, memiliki skill dan berkualitas. Jadi, siswa-siswi lulusan SMK berhak memilih langkah yang diambil kedepannya," katanya menegaskan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement