Rabu 16 Sep 2015 09:17 WIB

Solusi Bioteknologi untuk Pangan, Energi, dan Obat

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
 Iran Berhasil Ciptakan Generasi Baru Obat Bioteknologi
Foto: irib
Iran Berhasil Ciptakan Generasi Baru Obat Bioteknologi

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketersediaan pangan, energi, dan obat-obatan menjadi isu krusial karena terkait langsung dengan kebutuhan pokok manusia. Sejumlah peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerja sama dengan Japan International Corporation Agency (JICA) mencoba menjawab permasalahan tersebut lewat International Symposium Bioproduction Indonesia di IPB International Convention Center, Bogor, 16-18 September 2015.

Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Bambang Sunarko mencontohkan teknik genetika molekuler untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman pangan. Ini merupakan salah satu kontribusi nyata bioteknologi dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

"Pengembangan pupuk alami, genetika molekuler untuk meningkatkan kualitas produksi hewan ternak, serta aplikasi teknologi untuk penelitian pakan juga menarik untuk dibahas," ujarnya, Rabu (16/9).

Topik berikutnya yang akan dibahas mengenai eksplorasi biomassa dan mikroba untuk energi terbarukan atau biorefinery. Ketua Panitia Simposium, Syamsidah Rahmawati mengatakan cadangan minyak bumi Indonesia diprediksi akan habis beberapa puluhan tahun ke depan. Biorefinery menjanjikan untuk menjadi industri domestik baru.

"Penelitian terkait biomassa, biokimia, dan konversi termokimia memungkinkan biorefinery terintegrasi, sehingga meningkatkan efektivitas dan efisiensi energi alternatif," katanya.

Keterbatasan bahan baku obat bisa diatasi lewat penelitian biomedis berdasarkan penggunaan sumber daya, keanekaragaman hayati, dan teknologi DNA. Teknologi DNA rekombinan untuk bioindustri diharapkan bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan obat.

Topik seputar obat yang akan dibahas adalah vaksin, kosmetika, aplikasi kultur sel, terapi dan diagnostik, nutrasetika serta kimia bahan alam. Simposium ini diikuti sekitar 600 peserta dari kalangan peneliti, dosen, mahasiswa, industri dan perusahaan swasta, serta pembuat kebijakan dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Australia, dan Prancis.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement