REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Profesor Sangkot Marzuki mengatakan seharusnya tidak semua universitas melakukan riset.
"Sebaiknya hanya sejumlah universitas saja yang melakukan riset agar lebih fokus dan mendapatkan hasil yang lebih efisien," kata Sangkot, Ahad (20/9).
Menurutnya, akan lebih baik jika hanya beberapa universitas di tanah air yang fokus untuk melakukan riset. Sehingga dana dari pemerintah pun jadi terpusat.
"Tidak semua universitas seharusnya melakukan riset, tentu kita harus fokuskan di beberapa universitas saja. Uangnya taruh di sana, dan merekalah yang harus melakukan riset," katanya lagi.
Menurut dia, hal tersebut akan menghemat anggaran investasi bidang teknologi yang dialokasikan oleh pemerintah. Apalagi anggaran tersebut pun terbilang kecil. Selain itu Sangkot juga berpendapat bahwa sistem keberadaan guru besar di universitas-universitas di Indonesia tergolong unik.
"Sistem kita, bahwa dosen itu dari bawah lalu naik sampai jadi profesor, dan sampai dia meninggal hanya di satu universitas saja, itu sangat unik. Di dunia tidak ada yang seperti itu," kata dia.
Seharusnya, kata Sangkot, para profesor tersebut berpindah-pindah ke universitas lain untuk memberikan ilmu pengetahuan yang merata kepada mahasiswa.
Kendati investasi Indonesia di bidang ilmu pengetahuan terbilang rendah, namun ia berpendapat bahwa sebenarnya sumber daya manusia Indonesia mampu menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bernilai tinggi.
"Sebenarnya manusianya nggak ada masalah. Hanya nggak punya kesempatan saja," kata dia.
Ia mengatakan investasi Indonesia dalam bidang teknologi untuk masa depan sangat kecil dibandingkan negara-negara Asia Tenggara dan negara-negara Islam.
Jumlah investasi teknologi yang dianggarkan hanya 0,09 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Sedangkan menurut Sangkot idealnya investasi teknologi suatu negara ialah 1 persen dari PDB.