Jumat 02 Jun 2017 13:30 WIB

Jubir BNPT: Mungkin Ada Cuci Otak di Kampus

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Ratna Puspita
BNPT menggelar apel kesiapsiagaan dan simulasi penanganan teroris di Markas Komando Detasemen B Brimob Jawa Timur, Malang, Kamis (18/5).  Malang termasuk daerah prioritas pencegahan teroris karena banyak serangan teroris direncanakan di Malang.
Foto: Republika/Christiyaningsih
BNPT menggelar apel kesiapsiagaan dan simulasi penanganan teroris di Markas Komando Detasemen B Brimob Jawa Timur, Malang, Kamis (18/5). Malang termasuk daerah prioritas pencegahan teroris karena banyak serangan teroris direncanakan di Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Irfan Idris mengatakan, pemerintah harus hadir saat penerimaan mahasiswa baru agar mereka yang baru memasuki dunia perkuliahan belum dicekoki kegiatan-kegiatan dari senior.

Irfan mengkhawatirkan mahasiswa senior bisa saja mengisi kegiatan dengan kegiatan-kegiatan yang radikal dan menyebarkan permusuhan. "Nanti kan di kampus mungkin ada senior yang cuci otak. Kita kan tidak tahu, ya," kata Irfan saat dihubungi, Jumat (2/5) pagi.

Kehadiran pemerintah pada awal perkuliahan karena mahasiswa baru belum banyak terpengaruh pikiran-pikiran yang aneh. Kegiatan dapat diisi dengan materi bagaimana mewaspadai radikalisme dan ancaman-ancaman teroris. 

"Jadi, di sini perlu diangkat, bagaimana civitas akademika memberi warna pada kegiatan mahasiswa baru. Itu awal yang baik," kata Irfan. 

Terkait usulan BNPT masuk ke kampus untuk mengawasi kegiatan organisasi mahasiswa, Irfan menyatakan, BNPT belum menuangkan itu dalam rencana kegiatan. Namun selama ini, BNPT sudah sering mengadakan diskusi di kampus-kampus. 

"Kalau masuk ke kampus kan selalu kita lakukan karena hal itu makanya kami sudah tahu banyak yang terindikasi radikal," ujar dia. 

Dia menyatakan BNPT juga memiliki Program Kontra Radikalisasi yang berfokus pada penguatan imunitas kalangan kampus untuk tidak membiarkan radikalisme menguasai wilayah kampus. Dia menambahkan ini untuk memberikan wawasan dan pengetahuan serta bentuk antisipasi. 

"Sebelumnya, kami juga sudah lakukan program nasional radikalisasi tahun 2014. Kita kumpulkan kampus, dosen, rektor, mahasiswa. Hampir sama saja. Kalaupun nanti masuk ke kampus, itu bukan sesuatu hal yang baru," ujar dia. 

Irfan menegaskan, BNPT memilih masuk ke kampus untuk membudayakan hidup damai, berbeda, dan beragam. "Saya kira seluruh komponen bangsa melakukan hal sama, bukan hanya BNPT," papar dia.

Selain kampus, Irfan menyatakan, semua level pendidikan seharusnya mendapatkan pengetahuan mengenai kontra radikalisasi. Sekarang ini, dia menyatakan, paham radikalisme sudah berkembang di Sekolah Menengah Atas (SMA). 

Bahkan, Irfan menyatakan, materi PAUD di beberapa provinsi sudah berisi pernyataan menebar kebencian dan tidak toleran. "Saya lebih melihat ke semua sektor pendidikan, ya," kata dia. 

Dia juga mengomentari keberadaan organisasi masyarakat (ormas) radikal di Indonesia. Jika ormas berazas Pancasila namun tidak mencerminkan pada kegiatan keseharan maka hal tersebut sudah bertentangan dengan falsafah negara. 

"Saya kira, Kemendagri juga harus lebih tegas memberikan definisi tentang ormas. Jangan sebut contoh yang mau dibubarkan, nanti kalau muncul wajah baru lagi  bagaimana. Lebih baik tegaskan di UU ormas azasnya," kata Irfan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement