REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tiga tahun terakhir Guru Besar Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof Dr Ir Hardinsyah MS melakukan penelitian yang mengungkap sisi kesehatan konsumsi sayur dan buah. Terdapat 24 jenis sayur lokal yang diteliti dan ditemukan pohpohan menjadi sayuran dengan nilai manfaat tertinggi dalam menangkal radikal bebas.
“Sementara peringkat pertama buah memiliki nilai manfaat tertinggi adalah buah delima,” ungkap Prof Hardinsyah dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (7/7).
Hardinsyah menambahkan, konsumsi sayur dan buah secara rutin dalam jumlah tertentu dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler. Penelitian berskala besar terkait hal tersebut menyingkap sebuah fakta, orang yang mengonsumsi 400 gram sayuran setiap hari selama 15 hingga 20 tahun dapat mengurangi potensi kematian akibat timbulnya penyakit pembuluh darah seperti jantung koroner dan stroke.
“Penyakit pembuluh tersebut telah menjadi penyakit penyebab kematian nomor satu di Indonesia dan bergeser dari beberapa tahun sebelumnya yang didominasi penyakit infeksi seperti tuberkulosis dan semacamnya,” tuturnya.
Ia menyebutkan, dari segi manfaat yang luar biasa dengan mengonsumsi sayur, buah, dan ikan tersebut dibanding jenis pangan lain belum dapat dipenuhi masyarakat. Hal tersebut dapat menjawab mengapa bangsa Indonesia masih menemui masalah kurang gizi, pemendekan, dan penuaan dini.
Dari sisi keilmuan genetika, Hardinsyah menambahkan, orang-orang yang mengonsumsi sayur dan buah relatif lambat menua sehingga usia produktifnya lebih tinggi. “Hal tersebut otomatis berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya manusia sebuah bangsa,” ujarnya.
Hardinsyah juga meneliti konsumsi ikan. Sumber protein kaya manfaat ini telah banyak diteliti dapat menurunkan risiko berbagai jenis penyakit. Penelitian tersebut menyebutkan konsumsi 150 – 200 gram ikan per hari dapat mencegah jantung koroner, menurunkan kolesterol, juga meningkatkan daya berpikir otak anak-anak.
“Selain fungsinya yang sama dengan sumber protein lainnya, ikan yang tergolong dalam pangan lebih murah ternyata masih menjadi bahan pangan yang kurang diminati masyarakat dan tingkat konsumsi yang rendah,” tuturnya.
Menurut Hardinsyah, penyebab sedikitnya konsumsi masyarakat terhadap sayur dan buah ada beberapa hal. Di samping pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang belum tinggi terhadap konsumsi sayur dan buah, peran kondisi pertanian nasional juga memberi pengaruh besar. “Pasokan buah di Indonesia yang belum memadai dari segi jumlah maupun distribusi, menjadi alasan mahalnya buah-buahan yang di jual di pasaran,” katanya.
Hal tersebut membuat minat untuk mengonsumsi buah menjadi rendah di tataran masyarakat terutama menengah ke bawah. “Rendahnya konsumsi sayuran termasuk buah-buahan adalah perilaku konsumsi yang tidak dibudayakan terutama dalam tataran keluarga,” ujarnya.
Menurut Prof Hardinsyah, pemerintah memiliki andil besar dalam meningkatkan rendahnya konsumsi ketiga sumber gizi ini di sekolah-sekolah. “ Sebagai lembaga yang menuntut kondisi fit anak didik bangsa, haruslah tercukupi gizi mereka. Sementara keteladanan orang tua terhadap perilaku konsumsi sayur, buah, dan ikan sangat penting untuk dibangun. Anak-anak mengikuti perilaku konsumsi orang tua. Orang tua harus menggunakan cara kreatif, agar anggota keluarga khususnya anak-anak mau mengonsumsi buah dan sayur serta ikan,” jelas Prof Hardinsyah.