Senin 31 Jul 2017 17:07 WIB

UIN Alauddin Pastikan tak Ada Dosen yang Tergabung ISIS

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andi Nur Aminah
UIN Alauddin Makassar
Foto: UIN Alauddin
UIN Alauddin Makassar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Musafir Pababbari mengatakan, tidak ada dosen di universitasnya yang terlibat dengan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menurutnya, UIN Alauddin Makassar mengajarkan kepada mahasiswanya mengenai Islam yang moderat. "Jadi mahasiswa kami diajari dengan Islam wasatiah, Islam yang moderat," ujar Musafir di Kantor Wakil Presiden, Senin (31/7).

Menurut Musafir, apabila ada dosen yang terlibat dalam HTI maka dipastikan dia bukan berasal dari UIN Alauddin Makassar. Sebelumnya, Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Zainal Abidin juga mengatakan, secara kelembagaan tidak ada dosen maupun mahasiswa di IAIN Palu yang terlibat secara organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menurutnya, selama ini IAIN Palu fokus untuk mengajarkan Islam klasik yakni memahami perbedaan dan tidak memaksakan pendapat orang lain.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir pada kesempatan sebelumnya menyatakan akan mengumpulkan para rektor untuk membahas masalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di lingkungan kampus. Nantinya, para dosen yang berstatus sebagai PNS akan diminta untuk meninggalkan organisasi HTI jika memang terlibat dalam ormas yang telah dilarang pemerintah tersebut. Jika dosen PNS masih saja tergabung dan melakukan aktivitas organisasi HTI, maka Kemenrikstekdikti akan melayangkan surat peringatan sesuai aturan yang berlaku, yakni PP No 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil.

Kendati demikian, Nasir mengaku tak mempermasalahkan jika para dosen itu justru memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai PNS. Ia menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan diskriminasi terhadap para dosen tersebut.

Lebih lanjut, terkait adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas, Kemenristekdikti akan menunggu kajian dari Mahkamah Konstitusi (MK). Nasir mengaku, saat ini kementeriannya telah menyiapkan berbagai langkah mengantisipasi munculnya berbagai masalah menyusul adanya aturan tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement