Selasa 14 Nov 2017 15:25 WIB

Deputi Kemenpora Dikukuhkan Jadi Guru Besar Unhas

Deputi Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Prof Faisal Abdulla menyampaikan Pidato Penerimaan Jabatan Profesor pada Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi  Selatan, Selasa (14/11).
Foto: kemenpora.go.id
Deputi Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Prof Faisal Abdulla menyampaikan Pidato Penerimaan Jabatan Profesor pada Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (14/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Deputi Pemberdayaan Pemuda Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Prof Faisal Abdulla menyampaikan Pidato Penerimaan Jabatan Profesor pada Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi  Selatan, Selasa (14/11). 

"Eksistensi Hak Angket Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia" menjadi tema pidato Pengukuhan yang disampaikan Faisal Abdullah pada Sidang Senat Akademik yang dipimpin Ketua Senat Prof Tahir Kasnawi dan disaksikan Rektor Unhas  Prof Dwia Aries Tina Pulubuhu.

Judul tersebut lahir dari refleksi ilmiah keberagaman masalah yang saat ini krusial, yaitu korelasi hubungan antar lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Faisal menegaskan bahwa  penggunaan hak angket DPR harus dalam mekanisme check and balances antara lembaga negara/pemerintah yang lain, bukan bentuk intervensi. Sehingga, bagaimanapun penggunaan hak angket tersebut harus tetap mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 

“Hak angket DPR kepada KPK tidak memiliki dasar hukum dalam tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.  Sehingga apabila terus dipaksakan, penggunaan angket tersebut bukan untuk hal konstitusi atau hak hukum, tapi kekuasaan yang bertentangan dengan hukum,” kata Faisal saat menyimpulkan pidato ilmiahnya.

Menurut pria kelahiran Pare-Pare 24 Juni 1963 ini, penggunaan hak angket DPR kepada KPK dan lembaga negara lainnya adalah perluasan kewenangan DPR. Jadi  jika DPR ingin melakukan itu, maka UU MD3 harus terlebih dahulu diubah. Kemudian  hak Angket tersebut menjadi suatu potensi sengketa antar lembaga negara yang merupakan satu persoalan yang penanganannya menjadi wewenang lembaga peradilan untuk memutuskan. 

"Saya bersyukur kepada Allah SWT bahwa hingga hari ini saya masih menikmati suatu kenikmatan langka, bahwa dalam umur saya saat ini masih dapat ditunggu ayah dan ibu saya. Saya bangga menjadi putra mereka H. Abdullah Rahim dan Hj. Rasmiah Hamsah Wa'du, Guru Besar ini saya persembahkan kepada mereka berdua karena kehormatan akademis sebenarnya milik mereka berdua untuk saya abdikan melalui pengabdian saya mengajar dan mendidik orang lain yang membutuhkan ilmu saya," katanya.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement