REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Mahasiswa di lingkungan kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi mengaku enggan terlibat dalam polemik cadar yang belakangan santer diperbincangkan. Rosita (21 tahun), seorang mahasiswi IAIN Bukittinggi, menilai bahwa pada prinsipnya penggunaan cadar merupakan hak paling pribadi bagi seorang muslimah. Meski begitu, ia juga menghormati apapun aturan yang diterbitkan pihak kampus terkait cadar ini.
"Kami tidak ingin ikut berpolemik. Yang penting proses perkuliahan tetap berjalan. Persoalan cadar, ada kawan-kawan yang mendukung dan ada yang tidak," katanya, Kamis (14/3).
Mahasiswi IAIN Bukittinggi lainnya, Laila (21 tahun), justru mendukung keputusan kampusnya dalam mengatur penggunaan cadar di dalam lingkungan akademik. Menurutnya, menggunakan cadar pada prinsipnya merupakan pilihan masing-masing individu. Hanya saja, Laila menilai, penggunaannya di dalam kelas akan menghambat interaksi antar sesama mahasiswa atau antara dosen dengan mahasiswa yang bersangkutan.
"Misalnya saat bertemu di jalan dengan kawan atau dosen yang bercadar, ada keraguan untuk menyapa," katanya.
(Baca: MUI: Larangan Bercadar di IAIN Bukittinggi Keliru)
Berbeda dengan para mahasiswa yang saat ini masih menempuh pendidikan di IAIN Bukittinggi, dukungan kepada Hayati Syafri, dosen Bahasa Inggris yang terpaksa libur mengajar karena pilihannya dalam bercadar, terus mengalir dari para alumni. Irma Yunita misalnya, salah satu alumni PBI IAIN Bukittinggi angkatan 2010. Irma mengaku dirinya adalah salah satu orang yang paling menyukai kepribadian Ummi, panggilan akrab mahasiswa kepada Hayati. Ia memandang bahwa Hayati merupakan sosok yang keibuan dan dekat dengan mahasiswanya.
Menanggapi polemik soal cadar, Irma justru mendukung keputusan Hayati untuk menjalankan keyakinannya. Ia juga yakin pemakaian cadar tidak akan menggangu proses perkuliahan dan tidak akan mengurangi pemahaman mahasiswa atas materi yang disampaikan oleh dosen yang bercadar.
"Saya menyayangkan keputusan kampus yang mengambil keputusan dengan tidak memberikan jam mengajar kepada Ummi," katanya.
Senada dengan Irma, Defra Sumardani yang juga alumni IAIN Bukittingi, juga menyayangkan langkah almamaternya dalam menyikapi keputusan Hayati dalam mengenakan cadar. Bahkan menurutnya, langkah IAIN Bukittinggi terlihat berlebihan.
"Apalagi kampus kita berlatarkan Islam. Lain lagi kalau kampus kita adalah kampus umum," katanya.
Menurutnya, polemik yang muncul saat ini justru membuat banyak pihak bertanya-tanya, mengapa kampus yang berlabel Islam justru tidak mendukung keputusan seorang muslimah dalam menjalankan keyakinannya.
"Kenapa justru tidak mendukung saat ada seseorang yang berpakaian baik?" katanya.