REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menargetkan publikasi ilmiah Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara pada 2019. Nasir mengutarakan hal itu pada konferensi pers peluncuran Permenristekdikti 9/2018 mengenai Akreditasi Jurnal Ilmiah dan Perkembangan Science and Techology Index (SINTA) di Jakarta, Kamis (17/5).
“Kami menargetkan pada 2019 bisa melebihi Malaysia atau tertinggi untuk wilayah ASEAN," kata Nasir.
Hingga per 8 Mei, publikasi ilmiah internasional sebanyak 8.269 jurnal, atau berhasil melampaui Singapura yang berjumlah 6.825 jurnal. Nasir menjelaskan pada 2014, publikasi ilmiah internasional sebanyak 4.200 jurnal.
Dia menambahkan untuk pertama kali selama 20 tahun terakhir, Indonesia berhasil mengungguli Thailand pada tahun lalu. "Publikasi menjadi syarat mutlak dalam menghasilkan produk inovasi serta sumber dari penelitian," katanya.
Menristekdikti mengatakan publikasi merupakan syarat mutlak untuk menjadi inovasi. Nantinya, produk inovasi tersebut akan menjadi hak paten dan indikator paling dominan untuk mencapai publikasi tersebut adalah kemampuan menghasilkan publikasi dari riset.
Untuk memenuhi kebutuhan jurnal ilmiah nasional terakreditasi, Kemenristekdikti meluncurkan Permenristekdikti 9/2018. Seluruh jurnal ilmiah yang sudah terakreditasi oleh LIPI dan masih berlaku masa akreditasinya secara otomatis diakui oleh Kemenristekdikti hingga masa berlaku akreditasinya habis.
Kemristekdikti menerbitkan sertifikat baru bagi jurnal ilmiah yang telah diakreditasi oleh LIPI tersebut. Nasir menyebutkan sebelum ada Permen 9/2018, jumlah jurnal terakreditasi sebanyak 530 jurnal.
Setelah dikeluarkannya Permen 9/2018 terdapat 1.682 jurnal. “Kami perlu sebanyak 7.817 jurnal, masih kurang sebanyak 6.135 jurnal untuk mencapainya, ditargetkan bulan depan bertambah sebanyak 3.500 jurnal yang saat ini sedang dinilai," jelas Nasir.
Saat ini, Indonesia baru memiliki jurnal terindeks SCOPUS 37, yang hanya mampu menampung sekitar 1.100 jurnal para peneliti Indonesia per tahun. Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Dimyati mengatakan Permenristekdikti 9/2018 sangat strategis dalam mendorong kondusiftivitas riset Indonesia.
Dia menambahkan aturan itu juga mendorong produktivitas dan relevansi penelitian di Indonesia. "Perbedaan utama dengan peraturan sebelumnya adalah memasukan unsur pembinaan dalam akreditasi internasional, kita membuka ruang untuk ke internasional lebih banyak lagi," kata Dimyati.