REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Bagi Indonesia dan Filipina, keberadaan belasan ribu warga keturunan Indonesia yang disebut PIDs (Persons of Indonesian Descent), yang sudah turun-temurun tinggal di kawasan Davao Filipina Selatan tanpa memiliki kewarganegaraan, merupakan fenomena unik dan problematika pelik bagi kedua negara. Komunitas tersebut jelas membutuhkan perhatian, santunan, dan pemberdayaan baik dari segi pemahaman sebagai warganegara, kondisi sosial ekonomi, maupun identitas kebudayaannya sebagai keturunan Indonesia.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sebagai sebuah institusi dengan kewajiban Tridarma Perguruan Tinggi, terutama dharma ketiga yakni pengabdian masyarakat, berusaha memberikan solusi untuk problem ini dengan menerjunkan mahasiswa untuk melaksanakan program International Community Services (ICS) atau Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional di Davao dengan subjek utama PIDs tersebut. Akhir pekan lalu, Kelompok KKN Internasional tersebut resmi dilepas oleh Rektor UMY, Gunawan Budiyanto, di lobi Rektorat gedung AR Fachruddin A.
Ia menyatakan program ini mendapatkan apresiasi sangat baik dari berbagai pihak. "Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Pemerintah Filipina, maupun perguruan tinggi lainnya menyampaikan bahwa ini merupakan langkah yang patut untuk diapresiasi. Sebab KKN Internasional dengan model seperti ini baru pertama kalinya dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia. ICS ini juga merupakan suatu langkah soft diplomacy yang cukup progresif di saat kebanyakan tokoh di Indonesia hanya bicara bagaimana menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) tanpa melakukan action yang signifikan," kata Gunawan.
ICS sendiri merupakan inovasi dan kreativitas yang dirintis oleh program studi Hubungan Internasional (HI) UMY. Program ini dirintis sejak 2016 dengan melaksanakan ICS ke Davao, kemudian pada 2017 ke Tawau, Sabah Malaysia, dan 2018 ini ke Davao lagi.
UMY telah resmi melepas 27 orang mahasiswa prodi HI UMY yang mengikuti ICS tersebut. Mahasiswa KKN Internasional Davao tersebut diberangkatkan Senin 30 Juli 2018 dan dijadwalkan tiba di Davao Selasa tanggal 31 Juli 2018.
Rahma Fitri, ketua kelompok mahasiswa ICS tersebut menyebutkan ada dua program andalan yang akan dibawa ke Davao. Pertama adalah program pemberdayaan ekonomi kreatif dan penguatan identitas budaya Indonesia.
“Selanjutnya, kami juga akan memperkenalkan Muhammadiyah di Davao terutama memahamkan bagaimana kiprah Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat baik dari segi pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan hidup, kebencanaan, juga dakwah Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin," kata dia.
Diharapkan program ICS tersebut dapat membangun jalinan kerja sama formal dengan semua stakeholders. Sehingga ke depannya program ICS tersebut dapat dilaksanakan secara berkelanjutan dan juga melibatkan berbagai mahasiswa dari program lainnya.