REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) memutuskan untuk mengurangi daya tampung untuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2019 menjadi minimal 20 persen. Kendati begitu, pelaksanaan SNMPTN 2019 masih berbasis pada akreditasi sekolah.
Sekretaris Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi (LTMPT) Joni Permana menyampaikan hal tersebut sebagai konsekuensi logis capaian sekolah masing-masing. Bahkan, menurut dia tidak adil jika capaian kualitas akademiknya A diperlakukan sama dengan sekolah yang kualitas akademiknya lebih rendah.
"Pola SNMPTN tetap (berbasis kepada akreditasi), itu konsekuenasi logis dari capaian kualitas masing-masing sekolah. Jadi sebetulnya ini bentuk apresiasi bagi sekolah yang telah menunjukkan kinerja lebih baik," kata Joni saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (23/10).
Dia menerangkan, sekolah yang terakreditasi A boleh mendaftarkan 40 persen siswa terbaiknya melalui SNMPTN. Lalu sekolah yang terakreditasi B boleh mendaftarkan 30 persen siswa terbaiknya, dan sekolah terakreditasi C hanya bisa mendaftarkan 5 persen siswa terbaiknya pada SNMPTN tahun 2019.
Joni yang juga menjabat sebagai rektor ITS mengaku tidak sependapat jika skema SNMPTN dengan berbasis akreditasi sekolah dinilai tidak relevan bahkan terkesan men-kastanisasi lembaga pendidikan. Karena secara prinsip, pihaknya ingin membantu semua siswa terbaik masuk PTN.
"Tapi tentunya dengan keyakinan bahwa mereka semua akan mampu menyelesaikan kuliahnya dengan baik dan tepat waktu," kata Joni.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyambut baik aturan baru dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru yang akan diterapkan tahun 2019 mendatang. Terlebih kuota SNMPTN 2019 dikurangi dari minimal 30 persen menjadi minimal 20 persen dari daya tampung di PTN.
Kendati begitu, dia juga menyinggung jika sebaiknya pola SNMPTN berbasis akreditasi perlu dihapus. Karena menurut dia itu menimbulkan persaingan tidak sehat.
"Saya minta untuk memang dihapus (kebijakan) menunjuk sekolah tertentu untuk dapat jatah tertentu (dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru)," kata dia di Gedung Kemendikbud, Selasa (23/10).
Kuota SNMPTN yang selama ini berbasis akreditasi sekolah dinilai telah berdampak pada kastanisasi sekolah, sehingga sekolah terbagi menjadi favorit dan tidak. "Dan itu akhirnya mendorong sekolah tertentu diperebutkan dengan harapan dapat panggilan undangan itu dari PTN itu," kata dia.