REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Yusep Muslih Purwana, meneliti mengenai potensi gempa dan likuefaksi di Kota Solo. Yusep akan dikukuhkan sebagai Guru Besar ke-8 di Fakultas Teknik dan ke-199 di UNS pada Selasa (25/6).
Dalam pengukuhan sebagai guru besar nantinya Yusep akan membacakan pidato berjudul Peran UNS dalam Mengembangkan Gedung dan Infrastruktur Melalui Karakterisasi Lapisan Bawah Permukaan Tanah Kota Surakarta.
Yusep menjelaskan, pembangunan gedung yang gagal dikarenakan informasi lapisan bawah tanah tidak diketahui. Sejak 1976, UNS sudah berkiprah di bidang penelitian lapisan bawah tanah. Para pakar di UNS meneliti lapisan tanah kemudian memberikan rekomendasi jenis pondasi untuk pembangunan gedung.
Namun, data yang ada berupa data-data yang terpisah. Karenanya, Yusep mencoba menggabungkan data-data itu menjadi satu peta untuk mengetahui sebaran kondisi lapisan tanah Kota Solo.
"Ada 600 titik tersebar di seluruh Solo, kami gabungkan. Sehingga menjadi peta karakteristik lapisan tanah Kota Solo," jelasnya kepada wartawan saat jumpa pers di S0lo, Kamis (20/6).
Karakteristik tersebut bisa berupa lapisan keras. Karena pondasi harus diletakkan di lapisan tanah keras. Yusep ingin mengetahui lapisan tanah keras Kota Solo dimana saja. Karakteristik selanjutnya, muka air tanah, berapa kedalaman atau dangkalnya. Kemudian, terkait kegempaan, karena kondisi tanah sangat terkait respons bangunan terhadap gempa. Serta, potensi likuefaksi.
Berdasarkan penelitian tersebut, hampir 90 persen lapisan tanah keras di Solo terletak pada kedalaman 3 meter sampai 10 meter. Sehingga, pondasi bangunan direkomendasikan pada kedalaman minimal 3-10 meter. Selanjutnya, 7 persen permukaan tanah keras pada kedalaman di atas 10 meter. Dan hanya 3 persen yang kurang dari 3 meter.
Kedalaman muka air tanah di Solo sebanyak 45 persen berada pada kedalaman 3-10 meter. Kemudian, 30 persen kedalaman lebih dari 10 meter, dan 25 persen kedalaman kurang dari 3 meter.
"Klasifikasi kegempaan dari A sampai F. A itu paling keras dan F paling rawan. Kota Solo hampir seluruhnya terletak pada klasifikasi D atau sedang. Kalau ada gempa tidak terlalu bagus dan tidak terlalu buruk," ungkapnya.
Selanjutnya terkait masalah likuefaksi. Yusep melakukan pengujian pada 60 titik lokasi bor di Solo dan hasilnya belum ditemukan adanya potensi likuefaksi. Dia menyimpulkan, untuk gempa 500 tahunan dengan kondisi lapisan tanah tersebut potensinya masih dianggap aman. "Tapi ini baru 60 titik lokasi. Ke depan akan kami uji lagi titik lokasi lain," imbuhnya.
Yusep menambahkan, likuefaksi terjadi umumnya pada muka air tanah yang dangkal. Sedangkan untuk muka air tanah dalam potensinya kecil sekali. Misalnya, penggalian tanah 2 meter sudah ada air diperkirakan ada potensi likuefaksi. Selain itu, potensi likuefaksi terjadi pada pasir lepas, misalnya di pesisir.
"Di Solo ada beberapa persen muka air dangkal, seperti di wilayah Solo bagian barat membentang dari utara ke selatan. Tapi setelah kami cek belum menemukan potensi likuefaksi," ucapnya.