Rabu 03 Jul 2019 17:38 WIB

Khawatir Berpaham Radikal, UIN SGD Lakukan Pemetaan

Mahasiswa dan civitas akademika harus terhindar dari pandangan radikalisme.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
 Guru Besar Ilmu Hadits pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung Moh Najib (berpeci, red).
Foto: Foto: Istimewa
Guru Besar Ilmu Hadits pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung Moh Najib (berpeci, red).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Guru Besar Ilmu Hadits pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung Moh Najib mengaku, sangat prihatin dengan hasil penelitian Setara Institute. Penelitian tersebut menyatakan banyak mahasiswa yang berpandangan radikalisme. Namun disisi lain, dirinya mengapresiasi penelitian yang dilakukan Setara Institute tersebut.

Perlu diketahui, hasil penelitian Setara Institute menyatakan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Sunan Gunung Djati Bandung paling konservatif dalam beragama. Selain itu, lebih fundamentalis menuai perhatian publik. Khususnya di kalangan civitas akademik yang telah dilakukan survei. 

Setara Institute pun merilis survei yang menyatakan, UIN Jakarta dan UIN SGD Bandung memperoleh nilai tertinggi dengan potensi menjadi akar ekslusivisme dan perilaku intoleran dibandingkan delapan kampus lain yang masuk objek penelitian. Dua kampus tersebut memiliki mayoritas mahasiswa bercorak agama fundamentalis.

Berdasarkan dari penelitian tersebut, jika ditinjau dari poin yang ada, UIN Bandung mendapat poin 45,0 dan UIN Jakarta mendapat poin 33,0. Kemudian, Unram mendapat 32,0 poin, IPB mendapat poin 24,0 poin, UNY mendapat poin 22,0 poin, UGM memperoleh 12,0 poin, Unibra memperoleh 13,0 poin, ITB mendapat 10,0 poin, Unair mendapat poin 8,0 dan UI memperoleh poin 7,0.

"Kami apresiasi bahwa Setara Institute sebagai lembaga yang bergerak dibidang riset merilis itu. Terlepas apa dan bagaimana metodeloginya, akan tetapi dari sisi akademis riset itu ranah yang perlu diapresiasi," ujar Najib dalam siaran persnya, Rabu (3/7).

Namun, kata dia, persoalan hasilnya perlu dijadikan bahan untuk melakukan kajian, analisa dan evaluasi terhadap objek yang menjadi objek riset. Meskipun ada orang yang setuju dan tidak setuju dan terlepas bagaimana responnya, tetapi sebagai sebuah kegiatan akademik itu perlu diapresiasi.

Sedangkan terkait hasil survei yang menyatakan ada banyak mahasiswa yang terpapar radikalisme, pihaknya pun sangat khawatir dengan hal tersebut. Apalagi kalau memang radikalisme itu mengarah pada nilai-nilai yang bertentangan dengan falsafah negara. 

Tentunya, kata Najib, hal itu harus disikapi bagaimana selanjutnya dilakukan pembinaan yang tidak mengarah pada radikalisme. "Ya kita prihatin ada pandangan pandangan yang terorientasi pada radikalisme," ujar dia yang juga menjabat Ketua ICMI Korwil Jabar ini. 

Menurut Najib, banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi pandangan radikalisme dikalangan mahasiswa dan civitas akademi. Seperti halnya dengan menggelar diskusi, seminar, FGD, dan sosialisasi tentang pandangan islam yang moderat. Serta, pandangan islam yang berwawasan pada kebangsaan. 

"Jangan membenturkan antara pandangan agama dengan pandangan kebangsaan," katanya. Selain  itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan di UIN SGD Bandung. Di antaranya dengan melakukan pemetaan yang lebih komperhensif tentang apa dan bagimana pandangan mahasiswa dan civitas akademik secara objektif, tentang hubungan antara agama dan bangsa. 

Termasuk juga, kata dia, nanti ditelusuri apa penyebab paham radikalisme ini, apa dasar pemikiran mereka, apa landasannya, dan bagaimana nilai ideologi yang mereka jadikan referensi.

Pada intinya, Najib berharap, mahasiswa dan civitas akademika harus terhindar dari pandangan radikalisme. Termasuk paham paham ormas terlarang, seperti DI, TII, HTI, ISIS, JAT,  yang memiliki idiologi, seperti khilafah, yang bertentangan dengan idiologi Pancasila dan NKRI. "Jangan sampai mengarah pada tumbuhnya pandangan yang berpaham yang bertentangan dengan dasar negara," tegasnya. 

Justru sebaliknya, kata dia, peran mahasiswa sebagai generasi emas, yang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin dimasa depan. Jadi, seharusnya mahasiswa punya pandangan yang lebih akademis, objektif dan rasional. Sehingga, bisa memberikan jawaban dan solusi terhadap persoalan bangsa yang komperhensif.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement