REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menyatakan akan melakukan pemetaan ilmuwan diaspora asal Indonesia yang saat ini berkarir di luar negeri.
"Kami sudah menyepakati dengan ilmuwan yang terlibat dalam Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) untuk memperkuat basis datanya dan juga dipetakan kompetensinya," ujar Kepala Bagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) Kemenristekdikti, Agus Susilohadi, Senin (26/8)
Untuk pendataan ilmuwan diaspora Indonesia tersebut, Kemenristekdikti bekerja sama dengan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI). Saat ini, lanjut Agus, pihaknya baru mendata sekitar 400 ilmuwan diaspora Indonesia. Diperkirakan jumlah ilmuwan diaspora lebih banyak lagi.
"Kami sudah berhasil membuat satu matrik rencana Sumber Daya Iptek dan Dikti (SDID) hingga 10 tahun ke depan. Dari matrik itu diketahui apa saja kebutuhan SDM Indonesia ke depannya," kata dia.
Sejak empat tahun terakhir, Kemenristekdikti mengundang para ilmuwan diaspora Indonesia melalui ajang SCKD. Ilmuwan diaspora Indonesia yang dimaksud adalah ilmuwan asal Indonesia yang saat ini berkarir di sejumlah perguruan tinggi di luar negeri.
SCKD 2019 diselenggarakan mulai 18 Agustus hingga 25 Agustus 2019. Melalui kegiatan tersebut, para diaspora disebar ke sejumlah perguruan tinggi di daerah untuk menjalin jejaring, membuka akses kerja sama luar negeri, dan juga membimbing dosen dalam penulisan jurnal.
Dari hasil SCKD 2018 lalu, kolaborasi antara ilmuwan diaspora Indonesia dengan ilmuwan dalam negeri telah menghasilkan 25 jurnal yang sedang dikaji, 30 jurnal yang sudah didaftarkan, 18 jurnal manuskrip, 35 jurnal yang sudah diterima, 28 prosiding, 90 jurnal yang sudah publikasi,dan 18 konferensi hingga kursus pendek di universitas terbaik dunia.