Kamis 31 Oct 2019 07:44 WIB

Kisah Anak Sopir yang Jadi Lulusan Terbaik di IPB

Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, saya pernah mengajar les privat.

Kampus IPB
Foto: Dok IPB
Kampus IPB

REPUBLIKA.CO.ID, Muhammad Firman Ardyansyah tak pernah membayangkan menjadi lulusan terbaik di IPB University. Bahkan, untuk sekadar bisa kuliah, Firman masih merasa belum percaya.

Sebab, ayahnya yang seorang sopir dengan penghasilan yang pas-pasan sempat membuatnya ‘maju mundur’ untuk melanjutkan pendidikan selepas SMA. “Saya tidak pernah berpikir bisa sampai di titik ini,” kata Firman usai wisuda di Kampus IPB University, Dramaga, Bogor, Rabu (30/10).

Baca Juga

Firman lulus dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,80. Dia meraih predikat cum laude dan ditetapkan sebagai wisudawan terbaik program S-1 Sekolah Bisnis IPB University. Dia mengaku, belajar keras hingga meraih IPK sebesar itu. Cara itu dianggapnya sebagai balasan atas perjuangan orang tuanya dalam membiayai kuliahnya.

“Saya ingin membuat orang tua saya gembira dan bangga. Prestasi ini sebagai tanggung jawab moral saya karena telah diizinkan merantau dari Pekalongan ke Bogor lalu bersungguh-sungguh kuliah,” ujar Firman.

Alumnus SMA Negeri 1 Pekalongan Jawa Tengah ini juga menyatakan ingin membuktikan bahwa mahasiswa yang berlatar belakang ekonomi sederhana seperti dirinya bisa bersaing dengan mahasiswa lain dari keluarga yang lebih sejahtera. Syaratnya, kata dia, adalah memiliki daya juang tinggi dan pantang menyerah.

Firman bercerita, ayahnya adalah sopir di sebuah koperasi simpan-pinjam di Pekalongan, Jawa Tengah. Sedangkan, ibunya adalah ibu rumah tangga yang bekerja sekadarnya untuk membantu ekonomi keluarga.

“Semula, saya tidak pernah menyangka bisa menjadi mahasiswa di salah satu kampus terbaik di negeri ini. Hingga, suatu saat, ada pembukaan beasiswa Bidikmisi di SMA. Bidikmisi inilah yang menjadi jalan pembuka untuk meraih mimpi-mimpi saya. Saya menerima beasiswa ini sejak semester pertama di IPB University,” ujar Firman.

Firman menyadari, meskipun beasiswa Bidikmisi sangat membantu biaya kuliahnya, tapi jika dibandingkan dengan biaya hidup di Kota Bogor, dirinya harus pandai-pandai mengatur keuangan. Untuk menutupi kekurangan itu, Firman harus banting tulang di tengah-tengah waktu kuliahnya. “Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, saya pernah mengajar les privat dan rajin ikut lomba berharap dapat hadiah,” kata Firman.

Pria kelahiran Pekalongan, 17 September 1997, ini juga bercerita tentang pengalamannya menjadi mahasiswa di Sekolah Bisnis IPB University. Dia bersyukur ditempa di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia tersebut. Firman merasa, satu fase hidupnya di IPB menjadi bekal yang sangat berharga.

“Selama kuliah, jiwa entrepreneur-nya mulai tumbuh. Ilmu entrepreneur yang diajarkan di Sekolah Bisnis IPB University sangat bermanfaat bagi saya dalam pengambilan keputusan kehidupan sehari-hari. Bagi saya, Sekolah Bisnis IPB University adalah sekolah terbaik yang saya temui,” kata dia. n antara, ed: mas alamil huda

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement