Rabu 02 Jan 2013 19:07 WIB

FSGI: Pemerintah Masih Abaikan Peningkatan Kualitas Guru

Rep: fenny melisa/ Red: Heri Ruslan
Seorang guru saat membimbing siswanya (ilustrasi).
Foto: Antara/Anang Budiono
Seorang guru saat membimbing siswanya (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai pemerintah masih mengabaikan peningkatan kualitas guru.

"Pemerintah tidak berupaya untuk mencerdaskan guru. Masih minimnya pelatihan yang diberikan kepada guru-guru Indonesia memperlihatkan bahwa pemerintah memang tidak serius menangani masalah pendidikan di Indonesia," ujar Sekjen FSGI, Retno Listyarti, Rabu (2/1).

Hasil survey FSGI terhadap guru-guru di 29 daerah didapatkan data bahwa 62 persen guru SD tidak pernah ikut pelatihan bahkan sampai menjelang pensiun.

"Guru di kota rata-rata hanya mengikuti pelatihan satu kali dalam lima tahun. Bahkan ditemukan juga data seorang guru SD yang mengatakan terakhir mendapatkan pelatihan tahun 1980. Hal ini memperlihatkan betapa minimnya pelatihan yang diberikan kepada guru padahal guru merupakan aktor yang paling berperan dalam kemajuan pendidikan bangsa," kata Retno.

Menurut Retno, pemerintah seharusnya tidak hanya membahas bagaimana pemenuhan hak masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas dari sarana prasarana, kurikulum, gedung sekolah, dan pengelolaan pendidikan, tapi juga membahas bagaimana pemenuhan hak nasyarakat untuk mendapatkan pendidikan dari guru yang berkualitas.

"Dari sekian banyak aspek yang mendukung kualitas pendidikan, guru merupakan aktor utama yang menentukan mutu pendididikan baru kemudian didukung sarana prasarana, kurikulum, dan sseterusnya.  Karena itu, penting untuk mencermati kebijakan dan program pemerintah untuk meningkatkan mutu guru. Pendidikan tidak akan bermutu jika guru tidak bermutu," kata Retno.

Retno mengungkapkan selama ini peningkatan kualitas guru masih diabaikan. Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu guru pun dianggap  proyek yang gagal.

"UKG yang dilaksanakan sejak Agustus 2012 dengan tiga tahapannya terkesan buru-buru dan tanpa perencanaan yang matang serta tidak partisipatif. Apalagi pelaksanaan UKG secara online telah merugikan banyak pihak mulai dari guru dan juga siswa," kata Retno.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement