REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai berkesimpulan beberapa butir pada draf revisi Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru berpotensi melanggar HAM.
"Beberapa pasal dan ayat pada draf tersebut sudah ada indikasi pemberangusan hak-hak untuk guru berserikat. Itu bertentangan dengan kewajiban pemerintah untuk melindungi hak asasi sebagaimana deklarasi universal dan konstitusi," kata Natalius Pigai di Jakarta, Jumat.
Natalius Pigai menerima pengaduan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) dan Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengenai revisi PP Guru yang berpotensi mengekang kebebasan berserikat di Ruang Pengaduan Asmara Nababan.
Pada pasal 44 ayat (3) draf revisi PP tersebut tercantum bahwa organisasi guru harus memenuhi persyaratan memiliki keanggotaan yang terdata dan tersebar di seluruh provinsi serta kabupaten-kota minimal 25 persen dari jumlah guru di wilayah itu.
Organisasi juga harus memiliki kepengurusan di pusat dan semua provinsi serta minimal 75 persen kabupaten-kota, memiliki kode etik dan dewan pusat kehormatan guru sampai di tingkat kabupaten-kota.
"Seharusnya aturan tentang berserikat tidak bisa menggunakan syarat persentase. Sebab, berserikat dan berekspresi adalah hak individual bukan komunal. Persyaratan persentase itu hanya untuk hak komunal," tuturnya.
Komisioner Komnas HAM bidang Pemantauan dan Penyelidikan Pelanggaran HAM itu mencontohkan aturan yang memberi kebebasan pekerja dan buruh untuk berserikat. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, buruh dan pekerja sudah bisa berserikat meskipun hanya 10 orang.
"Kalau menggunakan persentase 25 persen, berarti nanti hanya akan ada empat organisasi. Persentase 75 persen bahkan hanya akan ada satu organisasi. Kalau syaratnya hanya 10 orang, organisasi yang dibentuk jadi tidak terbatas, tergantung jumlah total guru yang ada," paparnya.
Karena itu, Natalius Pigai mengatakan akan memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh untuk dimintai klarifikasi terkait revisi PP tersebut.
"Aturan yang mengatur tentang berserikat memang penting, tetapi jangan sampai membatasi kebebasan untuk berserikat. Sebab, kebebasan berserikat dan berekspresi adalah hak individual, bukan komunal, dan diatur dalam deklarasi universal," tuturnya.