REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, anak-anak difabel bisa bersekolah baik di SLB maupun di sekolah inklusif. Namun memang sekolah inklusif jauh lebih baik ketimbang SLB.
"Kalau siswa difabel bersekolah di sekolah inklusif maka mereka lebih mudah bersosialisasi dengan anak umum lainnya dengan cepat. Sebab sekolah inklusif kondisinya heterogen," kata Susanto di Jakarta, Selasa, (18/11).
Anak difabel, ia menjelaskan, membutuhkan stimulus dari lingkungan sekitarnya. Mereka juga membutuhkan dukungan dari teman-teman lainnya agar mereka tumbuh dan berkembang dengan baik.
Mengenai siswa difabel bersekolah di sekolah inklusif rentan di-bully, Susanto mengatakan, hal itu tergantung pola asistensi, manajemen serta perlindungannya.
"Kalau pola asistensi dan perlindungannya kepada siswa difabel bagus, saya kira tidak ada masalah. Anak-anak juga perlu diberi pengertian kalau anak difabel punya hak yang sama dalam pendidikan," katanya.
Tantangannya sekolah inklusif saat ini tenaga kompeten masih kurang memadahi. Sebab anak-anak difabel harus tetap terpantau keberadaannya saat sekolah.
Saat ini, lanjut Susanto, memang masyarakat dan dunia pendidikan belum ramah anak difabel. Mindset masyarakat harus diubah.
"Transformasi pola pikir merupakan hal pertama dan utama untuk memperlakukan anak-anak difabel dengan baik. Sebab ini sangat penting untuk memberikan kondisi yang kondusif bagi perkembangan siswa difabel," katanya.