Rabu 21 Jan 2015 09:53 WIB

Intelektual Perempuan Mengkritisi Pemikiran Barat

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Erik Purnama Putra
Dinar Dewi Karnia
Dinar Dewi Karnia

REPUBLIKA.CO.ID, Umat Islam tak henti menghadapi gempuran pemikiran dari dunia Barat. Maka, perlu ada kehatian-hatian dan sikap kritis tegas dalam memahami pemikiran tersebut. Peneliti di Institute for the Study of Islamic Tought and Civilizations (INSISTS), Dinar Dewi Kania, menyayangkan masyarakat Islam banyak yang terpukau dengan pemikiran Barat.

Padahal, gagasan tersebut belum tentu sesuai dengan ajaran Islam. "Hal yang datang dari Barat kerap dirasakan sempurna, tidak perlu dikritik," ujar Dinar menyesalkan kecenderungan masyarakat Muslim.

Gencarnya pemikiran barat yang masuk ke Tanah Air membuat umat Islam seolah harus tunduk pada konsep tersebut. Alhasil, muncullah penafsiran sekuler liberal dalam beberapa bidang, salah satunya dalam konsep keperempuanan. Kenyataan getir tersebut memotivasi Dinar untuk bergabung dengan INSIST pada 2009.

Bersama INSIST, ia gigih meluruskan pemikiran barat yang telanjur masuk akrab dengan masyakat Muslim di Indonesia, namun tidak selaras dengan pemikiran Islam. Contohnya, femisnisme yang sudah menyusup ke ranah sosial, politik, dan ekonomi. "Masyarakat saat ini cenderung menerima dengan tangan terbuka tanpa kritik dan itulah medan perjuangan kami," katanya.

Kegiatan Dinar di INSIST lebih pada pelurusan pemikiran fundamental tentang gaya hidup Islami. Memang, pekerjaan intelektual seperti itu sering dipandang sebelah mata. Selain tidak banyak rupiah yang dihasilkan, waktu yang terbuang pun cukup banyak.

Ia hanya mengandalkan idealisme saja. "Kalau semua orang Islam menghindar dari tugas ini maka PR umat tidak akan selesai," ujar perempuan yang tengah hamil tujuh bulan ini.

Dinar sering melakukan riset yang bersifat filosofis. Hasil penelitian tersebut biasanya diterbitkan di berbagai jurnal Islami dan juga media publikasi milik beberapa organisasi pemikiran yang menginduk ke INSIST, salah satunya The Center for Gender Studies (CGS). Di CGS, Dinar menjabat sebagai direktur. "CGS lebih menitikberatkan kritik pada feminisme," kata perempuan yang hobi fotografi, membaca, dan menulis ini.

Meski tergolong organisasi kecil, penyebaran hasil pemikiran CGS tentang feminisme sangat luas. Bahkan, Dinar pernah diundang menjadi pembicara di Malaysia untuk mengulas topik tersebut. Menurutnya, sudah banyak paham nyeleneh masuk ke Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Muslim.

Sebut saja fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang jelas-jelas tidak sesuai kebudayaan Indonesia dan ajaran Islam. Kalangan tersebut mencoba menarik akademisi Muslim untuk menjustifikasi perilaku mereka. "Ini mengerikan," ujar Dinar.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement