REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur Musyahrim mengatakan pemerintah setempat terus berupaya meminimalisir angka buta aksara. Saat ini angka buta aksara masih tercatat sebesar 25.000 orang masih buta aksara.
"Hingga saat ini tercatat sekitar 25.000 atau 1,25 persen warga Kaltim berusia 15 tahun ke atas masih buta aksara, walaupun angka itu masih di bawah rata-rata nasional yang mencapai 3,86 persen," ujar Musyahrim di Samarinda, Kamis (19/3).
Ia mengatakan bahwa angka buta aksara itu sebagian besar berada di kawasan pedesaan dan daerah terpencil, termasuk pendatang yang ingin mencari penghidupan atau bekerja di Kaltim. Hal itu dikatakan Musyahrim saat berbicara di depan 56 peserta Rapat Koordinasi Teknis Pendidikan Non-Formal dan Informal (PNFI). Ke 56 peserta itu berasal dari bidang pendidikan nonformal dan informal dari 10 kabupaten/kota, dan sejumlah penilik PNFI.
Musyahrim mengatakan dalam rakor tersebut sedikitnya ada dua permasalahan mendasar yang perlu dibicarakan, yakni mengenai penuntasan buta aksara dan tentang ketenagaan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam PAUD, lanjutnya, pengelola dan tutor yang berlatar belakang PAUD atau sarjana PAUD, jumlahnya tidak sampai 10 persen, karena sebagian besar adalah para lulusan guru TK atau lulusan SLTA.
Sementara itu, Warisno Kasubag Program Perencanaan dan Penganggaran Sekditjen PAUDNI Kemendikbud mengatakan, tingkat keaksaraan penduduk dewasa dengan usia 15-59 tahun sudah mencapai 96,14 persen sehingga masih tersisa 3,86 persen yang harus dituntaskan.
Dia menilai, meskipun capaiannya sudah meningkat, namun kualitas keaksaraan masih harus terus ditingkatkan, sehingga ke depan SDM Indonesia terus naik dan memiliki daya saing. Dia juga mengatakan persentase tuna aksara tertinggi di Indonesia berada di Papua dan Nusa Tenggara Timur. Mereka pada umumnya tinggal di desa-desa dan 2/3 dari jumlah itu merupakan perempuan marjinal (pinggiran).