REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar Menengah Indonesia Anies Baswedan menagih janji Malaysia untuk mengimplementasikan kerjasama dalam bidang pendidikan. Hal itu terkait anak-anak warga Indonesia yang berada di pulau terluar.
“Kami harus memberikan perhatian khusus yang berada di wilayah terluar, tempat terjauh di luar Indonesia, anak-anak pekerja migran di Malaysia,” ujarnya usai sarapan bersama dengan Deputi Perdana Menteri Muhyiddin Mohd Yassin di Grand Hyatt Rabu (8/4).
Salah satu kebijakan pendidikan di Indonesia adalah tidak ingin adanya dua generasi yang menjadi pekerja migran. Sehingga anak dari buruh migran harus mendapatkan pendidikan yang layak untuk masa depan lebih baik.
Tanggung jawab ini tidak hanya dilakukan oleh Indonesia saja tetapi juga oleh Malaysia. Indonesia bertanggung jawab dalam penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana, sedangkan Malaysi bertanggung jawab dalam memberikan izin pendidikan.
Hasil diskusi singkat kemarin, Deputi Perdana Menteri Malaysia sepakat untuk memperluas sekolah formal yang berada di Kota Kinabalu. “Di sana masih sangat kekurangan guru dan fasilitas yang minim, sehingga perlu ada peningkatan,” ujar dia.
Anies mengatakan, saat ini adalah waktunya implementasi setelah MOU yang dilakukan beberapa waktu lalu. Pihaknya, meminta izin agar Malaysia mengizinkan guru Indonesia mengajar di Kota Kinabalu.
Malaysia menyetujui hal ini hanya saja dengan syarat setelah visa diberikan guru Indonesia yang hanya sementara tidak menetap di Malaysia. Malaysia meminta syarat bagi guru Indonesia ada batas waktu mengajar.
Pemerintah pusat Malaysia tidak bermasalah dengan bantuan pendidikan untuk anak-anak buruh migran. Hanya saja, masalah masih berada di aturan negara bagian di Serawak. Ini terjadi bagi Community Learning Centre (CLC ) bagi anak buruh migran illegal.
Anies juga mendiskusikan mengenai izin bagi anak-anak buruh migran yang ingin bersekolah di Indonesia. Indonesia memiliki rencana mendirikan sekolah asrama percontohan di Pulau Sebatik.
Mereka bisa dididik dan tinggal selama seminggu dengan fasilitas yang disediakan sekolah tetapi di akhir pekan mereka dapat pulang ke rumah orang tua mereka di Malaysia. Pemerintah Malaysia pun tidak mempermasalahkan hal ini.
Mantan menteri Penerangan Malaysia, Zainudin Maidin mengatakan, pihaknya akan bekerjasama dalam memudahkan anak-anak buruh migran mendapatkan pendidikan yang layak. Selain itu, dia ingin mengupayakan Bahasa melayu dan Bahasa Indonesia menjadi satu persepsi.
“Melayu dan Indonesia memiliki kemiripan akar budaya, sehingga kedua Bahasa ini dapat disatukan dan memiliki makna yang sama untuk kosa katanya, “ujar dia. Saat ini Pemerintah Malaysia sedang mengupayakan agar Indonesia menyetujui hal ini.
Dia berharap Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia dapat menjadi Bahasa ASEAN dan menjadi Bahasa Internasional. Namun, untuk di ASEAN sendiri pihaknya masih belum sepaham dengan Thailand, Vietnam, dan Myanmar yang bahasanya jauh berbeda.