REPUBLIKA.CO.ID,KUTA -- Penemuan materi pelajaran bahasa daerah berbau konten tak senonoh di Buleleng menjadi sorotan masyarakat Bali. Made Tirta, warga Kuta Utara yang anaknya juga bersekolah di sekolah dasar (SD) di Kuta ikut menyayangkan penemuan ini.
Menurutnya, pemerintah semestinya tak hanya memperhatikan penerbitan buku-buku pelajaran wajib, seperti bahasa Indonesia, agama, IPA melainkan juga bahasa daerah. Peran pemerintah dalam pengawasan buku-buku bahasa daerah dan sastra bali yang menjadi bahan pelajaran di sekolah juga diperlukan.
"Materi yang ada di dalam buku harus jelas, tidak terlalu berat, apalagi memuat materi yang tak layak seperti itu," katanya kepada Republika, Selasa (18/8).
Materi bahasa daerah yang terlalu berat, kata bapak tiga anak ini bisa membuat siswa malas untuk belajar bahasa Bali. Materi bahasa bali dinilainya lebih tepat dikombinasikan dengan berbagai kegiatan yang bersifat menyenangkan, seperti lomba mengarang cerita dalam bahasa Bali, lomba puisi, hingga teater bali.
Jam belajar bahasa bali pun, kata Made Tirta perlu dikombinasikan di dalam dan di luar kelas, sehingga siswa tak terlalu terpaku dengan materi yang ada di buku. Pengenalan cara bertutur bali yang baik, sopan, dan halus hendaknya perlu dipraktikkan oleh orang tua si anak di rumah. Sehingga, anak tidak akan terpengaruh buruk jika menemukan kata-kata bermakna kasar di lingkungan pergaulannya.
Siswa SMP di Singaraja, Kabupaten Buleleng secara tak sengaja menemukan buku pelajaran yang berisi kata-kata tak senonoh dalam bahasa Bali. Sampul depan buku tersebut berjudul 'Palajahan Basa Bali Mekar Wangi.'
Pada halaman ke-37 buku pelajaran bahasa Bali tersebut ada materi contoh kata yang disajikan dalam tiga kolom, yaitu bahasa indonesia, bahasa bali kasar atau kruna kasar, dan bahasa bali halus atau kruna andap. Ada 12 kata yang dicontohkan, namun kata-kata nomor 8-11 ternyata sangat kasar, tidak layak diajarkan pada anak, bahkan berbau pornografi.
Kelima kata itu adalah brengsek yang dalam bahasa bali kasar berarti brengsek, jelek. Selanjutnya bungut yang artinya mulut, cicing yang artinya anjing, dakin teli yang artinya kotoran miss-V wanita, namun di buku secara terang ditulis kotoran pepek.
Bahasa Bali sudah masuk ke dalam kurikulum (muatan lokal) di Bali, mulai dari SD hingga SMA. Anak-anak mulai diperkenalkan huruf Bali dan sastra bali sedari dini agar siswa semakin mudah mencerna materi sastra. Sayangnya, pelajaran yang satu ini seringkali menjadi momok karena dinilai sulit oleh siswa.