Kamis 03 Sep 2015 07:20 WIB

Menegakkan Kembali Sekolah yang (Hampir) Roboh

Sekolah Roboh
Sekolah Roboh

Oleh: Rina Fatimah, Direktur Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa

 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekolah itu tak sekokoh dulu. Dinding sekolahnya tak lagi berwarna merah menyala dan cokelat pekat. Cat pada dindingnya sudah memudar dan tertutupi oleh debu yang menempel. Atap ruang kelasnya pun sudah melapuk dan banyak yang berlubang.

Ketika musim penghujan tiba, rasa takut pun menghampiri. Ketakutan apabila tiba-tiba atap ruang kelas mereka roboh karena tidak kuat menahan derasnya air hujan dan kencangnya angin berhembus. Kegiatan belajar-mengajar pun menjadi tidak fokus. Guru dan siswa memikirkan keselamatan jiwa.

Namun, bagi para orangtua yang berada di sekitar sekolah, mereka tidak memiliki pilihan lain untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah tersebut.  “Tidak ada pilihan daripada anak-anak kami tidak sekolah,” jawab salah satu orangtua.

Di lain tempat, kondisi bangunannya tak seburuk sekolah pertama tadi. Bagian atap sekolah masih sempurna menutupi ruang kelas sehingga anak-anak tidak perlu khawatir ketika musim kemarau dan penghujan tiba. Namun, kondisi lingkungan sekolah sangat memprihatinkan.

Bagaimana anak-anak bisa belajar jika sekolah mereka tidak jauh berbeda dengan—maaf—kandang satwa. Dinding ruang kelasnya sudah banyak yang retak, plafon bagian belakang ruang kelas nyaris lepas dari dudukannya.

Lantai ruang kelas hanya sepertiganya berlantaikan keramik. Cat dinding sekolah sudah tidak terlihat jelas warna aslinya, yang mendominasi adalah warna cokelat dari debu-debu yang bertebangan kemudian menempel di dinding tersebut.

Deskripsi bangunan sekolah di awal tulisan ini merupakan contoh nyata kondisi bangunan sekolah di SDN Leuwiranji 04, Kabupaten Bogor, dan SDN 02 Pematang Tiga, Bengkulu. Pada 2010, kedua sekolah tersebut diperbaiki melalui program Pendampingan Sekolah Makmal Pendidikan Dompet Dhuafa bekerja sama dengan salah satu CSR perusahaan.

Dalam kurun waktu tiga bulan, bangunan sekolah selesai diperbaiki. Wajah sumringah pun menyeruak dari para guru dan siswa di sana. Mereka tidak perlu khawatir lagi melakukan kegiatan belajar-mengajar di dalam kelas. Seluruh warga sekolah pun menyatakan komitmennya untuk turut aktif memelihara kebersihan sekolah.

“Kini sekolahku kembali indah!” Seru salah satu anak di sekolah tersebut. Bagi siswa, perbaikan gedung sekolah merupakan kado terindah di tahun ajaran baru 2010/2011. Setiap pagi sebelum jam belajar dimulai, anak-anak secara bergantian mengepel lantai ruang kelasnya.

Menurut Pendamping Sekolah  di SDN 02 Pematang Tiga, anak-anak di sana mengepel ruang kelas setiap hari karena mereka senang sekolahnya sudah berlantaikan keramik. Selama mereka sekolah belum pernah memiliki kelas yang lantainya keramik.

Kondisi di SDN 02 Pematang Tiga membuktikan bahwa anak-anak senang dan bahagia bila memiliki bangunan sekolah yang bagus dan terawat. Semangat belajar mereka pun meningkat dan akan berdampak pada pencapaian prestasi belajar.

Sayangnya, kondisi pendidikan secara umum di Indonesia hari ini masih memprihatinkan. Tidak semua anak-anak Indonesia menikmati hari-harinya belajar di sekolah karena buruknya kondisi fisik ruang kelas. Pada Januari 2013 kita sudah disuguhkan berita yang menyedihkan dari dunia pendidikan.

Ambruknya atap ruang kelas SD Negeri Banar 01 Kampung Babakan Tajur, Desa Harkat Jaya, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mengakibatkan 28 siswa luka ringan, 6 siswa luka berat, 1 guru cedera.

Haruskah kejadian seperti di SDN Banar 01 terus berulang di sekolah lain? Ancaman di balik rapuhnya bangunan sekolah kiranya perlu jadi bahan perhatian semua pihak. Betapa tidak, keberadaan sekolah dengan ruang kelas yang tidak layak hingga hari ini pun masih mudah ditemukan.

Masih di Kabupaten Bogor, ada sebuah sekolah dasar dengan bangunan rentan sewaktu-waktu ambruk. Dalam kondisi seperti ini, bagaimana mungkin anak-anak bisa belajar dengan tenang dan nyaman apabila ruang kelas yang ditempatinya, pada bagian atap banyak mengalami kerusakan dan kayu-kayunya mulai melapuk?

Belajar dalam ruang kelas dengan kondisi bangunan yang rusak berat seperti ditampilkan dalam foto di atas tentunya penuh risiko. Apakah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hanya berdiam diri saja?

Padahal, Thamrin Kasman, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemdikbud, pernah mengutarakan bahwa infrastruktur yang bagus membawa siswa dan guru pada iklim atau suasana belajar-mengajar yang kondusif. Tak perlu muncul kekhawatiran ruang kelas tiba-tiba roboh.

Siswa dapat belajar dengan tenang dan guru bisa meningkatkan kemampuannya dalam mendidik murid-muridnya. Iklim yang bagus tersebut tentu saja dapat menekan angka putus sekolah. Sebab, menurut penelitian, selain kendala ekonomi, faktor lain yang mendorong siswa putus sekolah adalah buruknya infrastruktur sekolah. Siswa tak tenang belajar. Sebaliknya, stres memikirkan keselamatan jiwanya dari ancaman gedung roboh.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement