REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pendapatan serta status kepegawaian para guru honorer yang kurang jelas masa depannya membuat sebagian besar dari mereka melakoni pekerjaan sampingan.
“Ada guru honorer kalau pagi pengajar, kalau sore mencari pasir, batu kali untuk dijual. Ada juga guru honorer yang sekarang jualan batu akik, bahkan jadi tukang ojek," jelas Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo, Ahad (6/9).
Mereka, urainya, menjadi guru karena panggilan jiwa. Namun, sayangnya pemerintah tak peduli dengan nasib mereka padahal harus memberi makan keluarganya.
Jumlah guru honorer saat ini, terang Sulistiyo, lebih dari 1,7 juta orang. Ia berharap agar pemerintah memberikan gaji yang layak pada mereka karena jasanya sama seperti guru PNS. Lantaran honor mereka hanya Rp 200 ribu per bulan. Padahal, jam kerjanya pun sama dengan guru PNS, namun secara kepegawaian tak jelas statusnya.
"Penghasilan guru honorer sangat rendah dan tak memadai. Tak ada anggarannya dari pemerintah untuk mereka sehingga kepala sekolah sampai mencari uang tambahan untuk menggaji mereka," katanya.
Pengamat pendidikan Muhammad Abduhzen mengatakan, saat ini Kemendikbud melakukan Gerakan
Pemuliaan Guru. Seharusnya gerakan itu mengangkat kesejahteraan guru honorer sehingga hidupnya jadi lebih mulia.
"Kalau pemuliaan guru tak bisa menyejahterakan guru, artinya pemuliaan guru tak fokus. Bahkan gerakan ini malah mengganggu fokus program strategis dari Kemendikbud itu sendiri.”