REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kondisi kebudayaan Indonesia yang lebih banyak melakukan transaksi jual beli menjadi salah satu alasan hak paten tidak begitu diminati. Kebudayaan menciptakan inovasi masih belum menjadi pilihan utama yang dipilih.
"Kalau kita tanya cita-cita anak kita mau jadi apa, ngga ada kan yang mau bilang jadi peneliti atau apa, tidak menjadi daftar cita-cita sederhana, biasanya jadi dokter, insinyur," ujar pakar ekonomi Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianti, Selasa (6/10).
Ia mejelaskan bahwa kurang minatnya masyarakat Indonesia menjadi peneliti yang megeluarkan inovasi karena belum adanya perhatian lebih pada peneliti. Hal tersebut yang menjadi penyebab rendahnya persentase pengajuan hak paten Indonesia di bandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
"Peneliti tidak tertarik menjadi peneliti di negara berkembang karena itu tadi, insentif menjadi peneliti itu sangat rendah," ujarnya.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih dapat memberikan perhatian terhadap peneliti, baik dari segi apresiasi dan juga insentif lainnya. Dengan begitu Indonesia diharapkan dapat menaikan angkat inovasi yang berujung dengan pendaftaran hak paten yang meningkat pula.