REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Kehidupan berbangsa dan bernegara, kerap dibayangi masalah disintegrasi bangsa. Untuk mengatasinya, maka perlu dibangun kesadarab sejarah untuk seluruh rakyat Indonesia.
Demikian 'benang merah' yang diperoleh dari diskusi dan Lawatan Sejarah 2016 yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudyaan, Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Barat, Senin-Rabu (28-30/3) di Provinsi Lampung. Sebanyak 150 peserta yang merupakan siswa SMA dan guru pembimbing dari Provinsi Jabar, Banten, dan Lampung ikut dalam lawatan sejarah ini.
Kepala BPNB Jabar, Toto Sucipto mengatakan, dengan kesadaran sejarah, bangsa Indonesia akan memiliki pondasi yang kuat sebagai landasan berdiri bagi eksistensinya. Menurutnya, ada tiga alasan utama bahwa kesadaran sejarah itu memberikan ikatan yang kokoh bagi semua komponen bangsa.
Ketiga alasan itu adalah pertama kesadaranan sejarah menyadarkan bahwa sebagai bangsa Indonesia masyarakat memiliki masa lalu yang sama. Yakni masa patih getirnya dijajah oleh bangsa asing.
Kedua, dengan kesadaran sejarah, maka rakyat memiliki masa kini yang sama. Yaitu masa sekarang yang penuh dengan tantangan untuk tetap setia memegang tegus semangat dan jiwa 'Sumpah Pemuda'. "Dan ketiga, dengan kesadaran sejarah, kita juga memiliki masa depan yang sama," ujarnya.
Dikatakan Toto, kondisi masa kini yang masih jauh dari harapan dan cita-cita kemerdekaan bahkan melenceng, telah menimbulkan keraguan tentang eksistensi NKRI. Namun, ucap dia, dengan rasa hayat historis yang dimiliki, bangsa ini yakni bahwa cita-cita kemerdekaan akan mampu mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
"Karena itu, salah satu kegiatan yang mencoba menanamkan kesadaran historis adalah lawatan sejarah," kata Toto.
Kegiatan yang edutainment ini, mengajak peserta untuk menjelajahi jejak peradaban masa lampau. Menurut penggagasnya Susanto Zuhdi, lawatan sejarah akan membantu masyarkat memahami sebuah perjalanan ke-Indonesiaan melalui rajutan simpul-simpul perjuangan bangsa.
Dikatakan Arief, guru pembimbing SMA 8 Cirebon yang turut dalam lawatan itu, selama ini pembelajaran sejarah di sekolah cenderung mengutamakan sisi kognitif saja. Siswa, diakuinya, diajari untuk memperkuat ingatan tentang angka-angka tahun dari suatu peristiwa.
"Akibatnya, pembelajaran menjadi kering dan minim daya kritis. Tapi coba lihat dengan lawatan sejarah yang diadakan BPNB ini, siswa menjadi lebih kreartif. Karenanya, saya sangat mengapresiasi kegiatan ini," katanya.