REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah orang tua/wali murid beragam dalam menanggapi Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Wali murid di salah satu SMAN di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Mertyn Rere (30) mengaku khawatir dengan terbitnya regulasi tersebut. Menurutnya, aturan tersebut justru memberikan dasar bagi suatu sekolah melakukan pungutan terhadap orang tua/wali murid.
"Sekolah di mana-mana, kalau ada kelonggaran melakukan pungutan, otomatis akan melakukan pungutan berlebuhan itu yang dikhawatirkan," kata dia saat dihubungi Republika, Selasa (17/1).
Wali murid dari Marta Bule itu mengatakan, selama ini sekolah telah melakukan pungutan terhadap orang tua murid, kendati ada aturan yang melarangnya. Sehingga, ia menilai aturan ini justru dapat membebaskan dan melagalkan melakukan pungutan.
"Sekolah otomatis punya wewenang," jelasnya.
Ia meminta pemerintah menyiapkan sanksi tegas terhadap sekolah yang tetap melakukan pungutan. Sebab, ia mengatakan, tidak semua daerah patuh terhadap aturan pemerintah pusat.
Sementara itu, orang tua murid Ayunda Pratiwi Kusumaningrum, Sukismiyati mengaku tak khawatir dengan terbitnya Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016.
"Tak keberatan. Asalkan (sumbangan) posnya tepat sesuai apa yang diinginkan dari sekolah itu. Harus transparan," kata dia.
Orang tua murid kelas XI SMA Karangmojo, Gunung Kidul, DI Yogyakarta itu beranggapan, tidak ada sekolah yang dapat maju tanpa topangan dana yang cukup. "Tanpa adanya topangan dana yang cukup tak mungkin sebuah sekolah bisa fasilitasi berbagai macam kegiatan pendidikan," jelasnya.
Ia mencontohkan, tidak semua sekolah bisa mengandalkan dana BOS untuk kegiatan sekolah misalnya untuk pelajaran tambahan. Ia meyakini, aturan yang memberbolehkan Komite Sekolah menggalang dana berupa bantuan dan sumbangan tak akan memberatkan orang tua/wali murid yang tidak mampu.
"Selama ini gerakan sekolah transparan, tak pernah ada pungutan yang memperberat oang tua. Selama ini misal ada mau ada pungutan, kita berkumpul dulu," jelasnya.