REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Dewan Pengurus Wilayah Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) Jawa Timur membentuk pesantren digital sebagai bagian dari upaya memerangi radikalisme yang mulai tumbuh subur di media sosial atau internet.
"Peran pesantren digital ini nantinya untuk melakukan pendidikan dan pelatihan terhadap semua santri di seluruh pesantren, terutama yang berada dibawah naungan IPI," ujar Ketua IPI RK Zaini Akhmad di sela pleno IPI Jatim di Surabaya, Ahad (9/7).
Menurut dia, dengan langkah ini maka para santri bisa mengerti bagaimana membuat website atau laman, sekaligus dasar meneguhkan kualitas pesantren serta pemanfaatan kualitas teknologi bagi santri. Tak itu saja, melalui pesantren digital yang menerangkan pengetahuan teknologi ini dapat diminimalisasi ujaran kebencian dan radikalisme yang marak tersebar melalui internet.
"Sebab, sebagai agama yang 'Rahmatan Lil'alamin' semestinya menyebar kedamaian, bukan malah menyebar kebencian. Nah, di sinilah peran pesantren menangkal radikalisme sehingga dapat tercipta Islam yang damai," ujarnya.
Pihaknya mengaku tidak ingin pesantren ketinggalan teknologi, terlebih selama ini karena paham radikal kanan maupun kiri menyerang lewat media sosial yang efeknya mengadu domba dan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
IPI menargetkan pesantren-pesantren sudah mendapat pelajaran informatika sehingga disarankan menggandeng ahli teknologi dari beberapa kampus guna mewujudkan program ini. "Untuk mendukung program ini, IPI juga akan menggandeng salah satu provider swasta. Kami telah pesan lima juta kartu perdana GSM untuk bisa digunakan oleh para santri," katanya.
Sementara itu, hingga saat ini IPI telah memiliki laman yang berisi tentang pelajaran Islam dan beberapa kajian yang dipelajari di pesantren telah bersifat digitalisasi. Antara lain, kata Zaini, kitab kuning, kitab Ihya'ulumuddin, aqidah dan lainnya sehingga santri tinggal mengunduhnya.