REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil survei Pew Research Center menunjukkan, sebagian besar masyarakat dunia takut pekerjaan manusia semakin terpinggirkan akibat kecanggihan teknologi. Publik secara luas takut otomatisasi akan menyebabkan hilangnya pekerjaan yang signifikan.
Director of Global Economy Attitudes Pew Research Center, Bruce Stokes mengatakan, banyak masyarakat yang mempertanyakan teknologi akan meningkatkan efisiensi ekonomi. Berdasarkan survei yang dirilis pada Kamis (13/9), dari 10 negara, Yunani, Afrika Selatan, dan Argentina, menyatakan tingkat kepastian tertinggi pada perpindahan pekerja manusia oleh teknologi.
"Orang-orang lebih khawatir tentang dampak pada pekerjaan dan ketidaksetaraan, bahwa ini akan meningkatkan efisiensi dalam ekonomi atau menciptakan peluang kerja baru," kata dia seperti dilansir di AFP, Jumat (14/9).
Mayoritas masyarakat di 10 negara sepakat otomatisasi akan menyebabkan hilangnya pekerjaan yang signifikan. Persentase terendah adalah Amerika Serikat, dengan 65 persen.
Mayoritas di 10 negara juga sepakat orang akan kesulitan menemukan pekerjaan dan ketidaksetaraan akan memburuk karena otomatisasi dan kecerdasan buatan. Satu pertanyaan dengan kisaran besar adalah apakah otomatisasi akan membuat ekonomi lebih efisien, mayoritas di tujuh negara skeptis tentang hal itu. Hanya 33 persen orang Italia yang mengambil pandangan itu.
Namun, ada pengecualian di tiga negara yang mayoritas masnyarakat menerima argumen itu, yaitu Jepang 74 persen, Polandia 61 persen, dan Hungaria 52 persen. Bidang lain dari varians adalah pada peran pemerintah dalam mempersiapkan tenaga kerja untuk masa depan. Argentina, Brasil, dan Italia termasuk di antara negara-negara yang lebih dari 70 persen mengatakan pemerintah harus bertanggung jawab atas masa depan itu. Sementara pandangan berbeda terjadi di Amerika Serikat. Hanya 35 persen di Amerika Serikat yang menyatakan hal itu merupakan tanggung jawab pemerintah.
"Argumen positif untuk seluruh tren ekonomi ini tidak berpengaruh pada, setidaknya publik yang kami survei," kata Stokes.