REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memiliki strategi merebut suara pemilih milenial dealam Pemilu 2019. Ketua DPP PKS Bidang Politik Pipin Sopian mengatakan, PKS menetapkan generasi milenial Tanah Air yang berusia 20-35 tahun sebagai subjek kampanye.
"Kami menjadikan generasi milenial sebagai subjek, bukan objek kampanye,"
kata Pipin dalam sebuah diskuksi di Jakarta, Sabtu (15/9).
Pipin menjelaskan, PKS merekrut generasi milenial menjadi calon anggota legislatif (caleg) untuk Pemilihan Legislatif 2019 mendatang. Hasilnya, kata dia, PKS memiliki komposisi 30 persen caleg PKS berusia muda.
"Kemudian mereka (caleg muda PKS) menjadi agen-agen kampanye," katanya.
Menurutnya, menjadikan caleg muda PKS menjadi cara terbaik karena partainya menyadari potensi pemilih milenial yang cukup besar. Ia mengutip data Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa dari 187 juta daftar pemilih tetap (DPT) Indonesia, 100 juta di antaranya merupakan pemilih berusia muda.
Sayangnya, generasi muda ini menghindari membahas politik. Karena itu, pihaknya tidak tinggal diam dan melakukan pembinaan politik dengan melibatkannya.
"Dengan menjadikan usia muda sebagai caleg muda PKS, mereka bisa mendekati dan merebut suara pemilih milenial dengan cara mereka masing-masing," ujarnya.
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfarabie meminta partai politik (parpol) membuat isu membahas apa yang dibutuhkan generasi milenial jika ingin merebut suara mereka. Apalagi generasi milenial apatis terhadap politik.
"Parpol harus membahas isu apa yang dibutuhkan generasi milenial," katanya, dalam diskusi yang sama.
Menurutnya hanya Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang memiliki pencitraan mewakili anak muda tetapi itupun tidak cukup mewakili seluruh pemilih muda yang jumlahnya sekitar 40 persen dari pemilih total. Selebihnya, kata dia, parpol hanya berhasil mendefinisikan apa itu generasi milenial tetapi tidak mengetahui cara untuk merangkul suara generasi milenial seperti apa.
Ia menyayangkan belum ada parpol yang jelas muncul dengan isu milenial yang menjadi concern partai. Persoalan ditambah dengan karakteristik daftar pemilih tetap (DPT) milenial yang mayoritas apatis.
Adjie menyebutkan, survei menunjukkan pemilih milenial yang aktif secara politik, menonton talkshow dan membaca berita politik hanya dibawah 10 persen. "Artinya mereka (generasi milenial) tidak terlalu tertarik membahas berita-berita politik," katanya.
Jadi, kata dia, memang harus ada isu yang relevan untuk pemilih milenial yang cuek terhadap polik itu. Ia menyebutkan salah satu isu penting untuk pemilih muda adalah lapangan kerja.