REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) menagih sejumlah piutang kepada rekan-rekannya. Penagihan itu agar dirinya bisa membayar uang pengganti dalam perkara korupsi proyek KTP-elektronik (KTP-el).
"Sekarang kan saya sudah rakyat biasa. Dulu kalau ketua DPR tentu mudah untuk bisa bicara. Kalau sekarang, saya tagih uang ke teman-teman kita. Ada juga beberapa aset yang saya tagihkan, kita coba lagi maksimal ke teman-teman, karena kita lagi susah, ya kita harapkan kembalikanlah hal-hal yang memang harus," kata Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (18/9).
Setnov divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah kewajiban pembayaran uang pengganti 7,3 juta dolar AS (sekitar Rp 65,7 miliar dengan kurs Rp 9.000 per dolar AS proyek KTP-el dilakukan) dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan dalam proses penuntutan. Pembayaran uang pengganti itu dilakukan dengan cara mencicil.
Hingga saat ini Setnov sudah membayar sebesar Rp 1.116.624.197 ditambah Rp 5 miliar. Istri Setnov, Deisti Astriani Tagor pada hari ini juga datang ke KPK untuk berkoordinasi terkait pembayaran uang pengganti tersebut.
"Ibu tadi kan mencocokkan masalah ya, niat kita untuk bisa bantu pemerintah, bantu KPK, masalah yang berkaitan penggantian uang penganti. Jadi ada beberapa aset yang perlu diambil dan juga melihat perkembangan supaya semua bsa terlaksana dengan baik," tambah Setnov.
Bila ia tidak dapat menarik piutang kepada rekan-rekannya maka Setnov berencana menjual sejumlah aset miliknya. "Kalau tidak ya kita juallah aset-aset yang bisa kita lakukan, tapi yang berutang pada lari, pada meninggalkan, jadi saya kaget juga begitu ya," ungkap Setnov.
Setelah putusannya berkekuatan hukum tetap, Setnov wajib membayar uang pengganti sesuai amar putusan hakim. Mengacu ke Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, jika tidak dibayar maka dapat dilakukan penyitaan aset dan dilelang untuk negara.
Penjara Menanti Setya Novanto