REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Dalam suasana tahun politik ini sangat rawan dengan adanya konflik yang bisa memecah umat Islam. Karena itu, dakwah yang selama ini telah dilakukan harus lebih dioptimalkan lagi untuk tetap menjaga persatuan, khususnya di kalangan umat Islam.
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama, Prof Muhammadiyah Amin menjelaskan, dalam berdakwah itu setidaknya ada empat tujuan utama. Pertama, yaitu untuk meningkatkan iman dan amal. Kedua, untuk meningkatkan harmoni kehidupan internal dan antar umat beragama.
"Ketiga, untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembanguan, termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan kemasjidan, dan keempat adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia," ujar Muhammadiyah saat menjadi pembicara dalam Halaqah dan Saresehan Ulama dan Dai se-Jabodetabek di Pondok Pesantren Cendikia Amanah, Depok, Ahad (23/9).
Menurut dia, selama ini Ditjen Bimas Islam Kemenag telah melakukan pembinaan terhadap mubaligh atau dai untuk mengoptimalkan peran dakwah tersebut. Tahun depan, kata dia, Kemenag akan kembali melakukan pembinaan terhadap dai muda Indonesia.
"Tahun depan kita akan melakukan pembinaan bersama MUI sebanyak 680 orang dan akan dilaksanakan secara bertahap. Kita sudah anggarkan tahun 2019," ucapnya.
Tidak hanya pembinaan terhadap dai, Kemenag juga akan melakukan pembinaan terhadap takmir masjid. Menurut dia, pembinaan tersebut penting untuk dilakukan agar dakwah yang disampaikan bisa mencerahkan dan mempersatukan umat Islam.
"Tentu saja dakwah itu harus mencerahkan, dakwah itu tidak boleh menjadi pemicu konflik di masyakat, sehingga saat dakwah di masjid juga tidak boleh berbicara politik praktis," katanya saat berbincang dengan Republika.co.id.
Pada tahun politik ini, dia mengimbau, kepada para dai dan mubaligh agar menghindari pembahasan politik praktis saat berdakwah di masjid. Karena, menurut dia, jamaah pasti memiliki pilihan yang berbeda-beda dalam memilih pemimpin.
"Hindari pembicaraan tentang politik karena belum tentu jamaah sama semua pilihannya dalam politik," kata Muhammadiyah.
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid mengatakan, pada saat berdakwah hendaknya ulama dan dai bisa memperkuat ukhuwah Islamiyah, Ikhuwah Wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah. Dengan demikian, seluruh umat beragama di Indonesia bisa tetap bersatu.
"Nilai-nilai kemanusiaan itu harus kita rawat. Kita harus menghormati perbedaan keagamaannya, sehingga kita menjadi negara baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur," ujar Zainut.
Dia pun yakin dengan adanya ulama dan santri di Indonesia, nilai-nilai perdamaian akan tetap tersebar, sehingga Indonesia bisa menjadi negara yang maju. "InsyaAllah Indonesia dengan ulama-ulamanya dan santri-santrinya akan terus menyebarkan nilai-nilai perdamaian dan Islam rahmatal lil alamin, sehingga Indonesia menjadi negara yang kita cita-citakan bersama," kata Zainut saat menjadi pembicara kunci dalam halaqah tersebut.
Sebagai penyelenggara halaqah, Pengasuh Pesantren Cendikia Amanah, KH Cholil Nafis menjelaskan bahwa halaqah dan saresahan itu diikuti oleh 200 ulama dan dai se-Jabodetabek. Halaqah dan sarasehan ini juga dihadiri Wali Kota Depok, M Idris Abdul Somad dan dari ormas Islam.
"Saya ini mengundang seluruh ormas tanpa membeda-bedakan dari madzhab atau aliran manapun, pokoknya umat Islam kita undang semua. NU, Muhammadiyah, Persis, LDII, FPI, itu kita undang semua dan alhamdulillah hadir," ujar KH Cholil.
Sebagai Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, KH Cholil mengatakan, silaturrahim antara umat Islam sangat penting. Apalagi, tahun ini merupakan tahun politik yang rawan terjadi konflik antara umat Islam. Karena itu, kata dia, pihaknya menyelenggarakan halaqah dan saresahan tersebut.
"Sangat penting membangun silatirrahim antar umat Islam. Dengan non muslim sekarang memang tidak terlalu besar potensi konfliknya, tetapi sesama muslim agak besar. Oleh karena itu semua ormas kami undang di tempat ini," kata kiai asal Madura ini.