REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, meminta peserta Pemilu 2019 tidak mengakali aturan kampanye dengan membuat iklan yang mengarah kepada pelanggaran kampanye. KPU mengingatkan masa penayangan iklan kampanye di media massa hanya berlangsung selama 21 hari.
"Yang harus dijaga oleh semua pihak adalah tidak melakukan kampanye atau kegiatan-kegiatan yang terindikasi kampanye yang mengakali aturan-aturan kampanye," ujar Pramono ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/9).
Dia menegaskan, hal ini perlu betul-betul dijaga agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di antara peserta pemilu dan masyarakat. "Hindari bentuk kampanye yang bisa membuat pihak lain menduga salah satu pihak melakukan kampanye diluar aturan yang berlaku," tegas Pramono.
Dia mencontohkan, bentuk kampanye berupa iklan di media massa. KPU telah mengatur penayangan iklan kampanye di media massa difasilitasi oleh penyelenggara pemilu.
Penayangan iklan kampanye hanya diizinkan selama 21 hari, yakni terhitung sejak 21 Maret 2019 dan akan berakhir pada 13 April 2019. Artinya, jika ada penayangan iklan kampanye di luar jadwal itu, bisa terindikasi pelanggaran kampanye pemilu.
Selain itu, Pramono juga mengingatkan agar semua peserta Pemilu 2019 memahami makna citra diri sebagai salah satu definisi kampanye. Pada pasal 35 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, definisi kampanye diatur sebagai
'kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu'.
Sementara itu, KPU, Bawaslu dan pemerintah telah menyepakati definisi citra diri meliputi lambang dan logo dari peserta pemilu. Definisi citra diri itu bersifat kumulatif atau berlaku jika keduanya digabungkan. Merujuk kepada hal ini, Pramono meminta peserta pemilu tidak memasang iklan kampanye yang mengaburkan peraturan kampanye itu sendiri.
"Jangan misalnya membuat iklan yang hanya muncul namanya saja (nama peserta pemilu) atau nomor peserta pemilu saja, sehingga nanti bisa ngeles (menghindari penindakan). Karena lho ini kan tidak memenuhi unsur (pelanggaran) misalnya. Yang begitu-begitulah bentuknya dan padahal pesannya jelas sekali (pesan kampanye peserta pemilu)," jelas Pramono.
Baca juga: 'Walkout SBY' dan Cerita Sandiaga Uno Saat Pilkada DKI
Baca juga: Luar Biasa, Anthony Ginting! Ini Fenomenal...