REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU Pesantren yang diinisiasi oleh fraksi PKB dan PPP telah selesai dibahas dan disepakati sebagai RUU Inisiasi DPR dalam Badan Legislatif (Baleg). Kini RUU tersebut menunggu pengesahan di rapat paripurna DPR.
"RUU Pesantren ini baru selesai di Badan Legislatif (Baleg). Nanti akan dirapatkan oleh Bamus lalu dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai RUU Inisiasi DPR," ujar anggota F-PKB Marwan Dasopang kepada Republika.co.id, Senin (24/9).
Marwan menyebut pasal-pasal yang akan ditulis dalam RUU masih dalam bentuk draft dan bisa mengalami perubahan. Pasal yang ditulis masih berkaitan dengan pendidikan keagamaan dan pesantren.
Perhatian pemerintah kepada pesantren dirasa kurang sehingga perlu didorong dengan adanya regulasi dan payung hukum yang jelas. Pesantren, menurut Marwan, tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tapi juga lembaga keagamaan, dan sosial masyarakat.
Pesantren pun dianggap telah melahirkan tokoh-tokoh pahlawan nusantara yang memiliki cara berpikir sangat berkebangsaan. Setelah merdeka, negara dianggap belum sepadan dalam memberikan perhatian terhadap pesantren.
"Poin-poin dalam draft dan pasal yang diajukan saya belum membaca keseluruhan, tapi saya tangkap akan ada regulasi yang menyangkut tugas para pimpinan lembaga pesantren sebagai lembaga pendidikan agama yang mengakar di masyarakat," lanjut Marwan.
Santriwati Pondok Pesantren Nuu Waar saat mengaji dalam rangka kegiatan Khatam Alquran 2500 Kali Santri di pondok pesantren Nuu Waar, Bekasi, Jawa Barat.
Para pimpinan pesantren perlu diperhatikan dalam cara meningkatkan daya dan kemampuan mendidik anak asuhnya. Tanggung jawab negara selain dari sisi regulasi pun diatur dalam RUU tersebut. Selain regulasi dan legalitas, pendanaan pun menjadi kewajiban negara.
Mekanisme pengawasan pesantren untuk ke depannya pun tidak bisa dilupakan. Marwan menilai jika sudah ada uang negara masuk dalam pesantren, maka perlu ada penegasan baik dalam bidang anggaran dan kelembagaannya. Anggota Komisi VIII DPR/RI ini pun menyebut masukan dan kontribusi dari pimpinan pesantren penting dalam perumusan pasal-pasal ini. Pasal yang tertulis harus tetap memberikan ruang kemandirian sehingga ciri khas tiap pesantren tetap terjaga.
"Sebelum disahkan, akan kita sodorkan draftnya untuk mereka mencermati. Kalau mereka setuju dan pasal-pasalnya menunjukkan kemandirian, dilanjut. Kalau mereka keberatan, tentu kita cari lagi formula lain. Ini supaya nanti jika menjadi UU, aturan ini tidak membatasi gerak mereka (pesantren)," ucap Marwan.
Saat rapat Baleg sebelumnya, para pemimpin pesantren ini telah diundang untuk urun rembug pemikiran. Kabutuhan DPR untuk mengundang mereka agar jangan sampai ketika sudah sah menjadi UU, pesantren tidak bisa mandiri.
"Kita bentuk UU, tapi kemandirian mereka harus tetap. Kewajiban negara adalah memberikan perhatian," ujarnya.
Baca juga: Relasi Ulama, Pesantren, dan Politik