REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini, Muslim di Korea Selatan (Korsel) memang masih minoritas, hanya 0,2 persen dari seluruh jumlah penduduk. Namun, hari demi hari, Islam kian berkembang di negeri ini.
Riak-riak hubungan bilateral dengan Cina seiring perkembangan sistem Terminal High Altitude Area Defense (THAAD) oleh Korsel membuat wisatawan dari Cina menurun. Tak ayal, Korsel membuka pintu bagi wisatawan Muslim untuk mengisi penurunan wisatawan yang terjadi.
Dari tahun ke tahun, wisatawan Muslim yang melancong ke Korsel terus bertambah jumlahnya. Jumlah wisatawan Muslim yang datang ke Korea Selatan naik 33 persen pada 2016 dibanding 2015.
Organisasi Pariwisata Korsel (KTO) memprediksi, jumlah wisatawan Muslim akan mencapai 1,2 juta orang pada 2017. Mereka berasal dari Malaysia, Indonesia, Turki, Arab Saudi, dan Qatar.
Menjaring potensi yang ada, negeri di sisi selatan Semenanjung Korea ini menggencarkan sertifikasi halal di kalangan pelaku usaha restoran dan memperbanyak mushala. Organisasi Pariwisata Seoul juga secara khusus membuat video promosi restoran ramah Muslim di sekitar ibu kota.
Awal 2015, KTO menerbitkan buku pan duan pariwisata Muslim untuk agen-agen perjalanan lokal. Program ini merupakan upaya KTO untuk menarik lebih banyak kunjungan wisatawan Muslim.
Buku panduan itu menjelaskan mengenai apa yang harus dan jangan dilakukan saat me nangani wisatawan Muslim di restoran, hotel, dan rumah sakit. Selain itu, di dalamnya juga terdapat penjelasan kultur umat Islam serta pentingnya pasar Muslim bagi industri pari wisata global.
KTO berharap, industri makin bisa menye suaikan dengan beragam wisatawan yang da tang, termasuk dari negara-negara Muslim. Begitulah Korsel hari ini, semakin ramah terhadap wisatawan Muslim.