Jumat 28 Sep 2018 18:02 WIB

Duterte Akui Lakukan Pembunuhan dalam Perang Narkoba

Duterte mengaku melakukan pembunuhan ekstra yudisial.

Rep: Lintar Satria / Red: Nur Aini
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Foto: Wu Hong/Pool Photo via AP
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Fipilina Rodrigo Duterte untuk pertama kalinya ia mengakui pembunuhan atas nama perang narkoba sebagai pembunuhan ekstra yudisial atau eksekusi mati di luar pengadilan. Pengakuan itu Duterte sampaikan saat berpidato di Kediaman Presiden Filipina.

"Saya katakan pada militer, apa salah saya? Saya tidak mencuri satu peso pun, dosa saya hanya pembunuhan ekstra yudisial," kata Duterte seperti dilansir dari The Guardian, Jumat (28/9).

Dalam pidatonya tersebut ia juga menantang orang yang mengkritiknya karena kembali mencalonkan diri sebagai presiden. Sebelumnya, Duterte tidak pernah menyinggung soal pembunuhan ekstra yudisial.

Ia selalu membantahnya dan mengatakan eksekusi mati orang yang dianggap pengedar narkoba sesuai dengan undang-undang. Pengakuan langsung perannya dalam pembunuhan itu bisa memperkuat investigasi awal Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) atas pembunuhan ekstra yudisial di Fipilina selama Duterte menjabat.

Pada bulan Maret lalu, ICC melakukan investigasi terhadap kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Duterte. Ia melakukan perang secara brutal melawan narkoba baik ketika ia masih menjabat sebagai Wakilkota Davao atau saat sudah menjadi presiden.

Mendengar investigasi yang dilakukan terhadapnya Duterte mengatakan akan menarik negaranya dari Statuta Roma Pengadilan Kejahatan Internasional, yang membuat ICC memiliki yuridiksi di Filipina. Menurut Badan Stasistik Filipina sekitar 4.500 orang dinyatakan tewas dibunuh sejak Duterte menerapkan kebijakan perang terhadap narkoba.

Tapi yang dibunuh kebanyakan hanyalah pengedar kecil atau sekedar pengguna belaka. Dalam laporan ICC setebal 77 halaman diperkirakan ada sekitar 8,000 orang yang sudah tewas. Beberapa kelompok HAM melaporkan ada 12 ribu yang sudah tewas.

"Pengakuan ini harus menghilangkan semua keraguan terhadap kesalahan presiden," kata Direktur wilayah Asia Human Rights Watch, Brad Adams.

Juru bicara presiden Harry Roque mengatakan ucapkan Duterte hanya bercanda dan tidak perlu dianggap serius. Dalam pidatonya tersebut Duterte juga menegaskan tidak akan menghentikan kebijakan dalam memerangi narkoba dalam waktu dekat.

"Tidak akan berakhir, seperti yang saya katakan, saya akan pertaruhkan hidup saya, jabatan presiden, saya bisa kehilangan kapan pun, ini kehormatan saya," kata Duterte.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement