REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan tidak mungkin melakukan penghentian atau penundaan kampanye khusus untuk daerah yang sekarang ini mengalami bencana alam. Namun, keputusan KPU itu memunculkan polemik soal pendekatan kampanye yang harus dilakukan oleh para peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan penghentian atau penundaan kampanye untuk daerah yang mengalami bencana alam tidak dimungkinkan terkait dengan penerapan UU Pemilu Nomor 7/2017. Aturan itu sudah mengamanatkan kampanye pemilu dimulai sejak 23 September lalu hingga 13 April 2019.
Namun, dia memahami kondisi saat ini sedang terjadi musibah bencana alam di Provinsi Sulawesi Tengah. Dengan kondisi kedukaan sekarang ini dan rehabilitas beberapa bulan mendatang, para peserta kampanye tidak mungkin melakukan orasi atau kampanye dengan yel-yel.
Tjahjo Kumolo. (Republika)
Wahyu pun menyarankan peserta kampanye melakukan pendekatan yang berbeda di Sulteng. Ia mengatakan pendekatan yang dapat dilakukan, yakni kemanusiaan dengan menghindari menjadikan bencana sebagai komoditas politik.
Wahyu tidak menjelaskan lebih jauh mengenai kampanye dengan pendekatan kemanusiaan. Sementara Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyarankan kampanye di daerah bencana dapat dilakukan dengan menyalurkan bantuan kepada para korban.
Tjahjo menilai cara ini lebih baik dibandingkan kampanye dengan orasi dan yel-yel. "Kalau bantuan diterima dong. Kalau bantuan, ya, ndak papa. Malah lebih baik kalau kampanye di sana kirim bantuan air bersih makanan dan minuman,” kata dia.
Namun, Tjahjo menambahkan, pemberian bantuan tersebut tidak bisa dilakukan secara langsung oleh peserta pemilu. Ia mengatakan, partai politik dilarang memberikan bantuan secara langsung kepada korban bencana. “Silakan partai politik kalo mau kampanye bantu sembako,” kata Tjaho.