REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Geofisika Kelautan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nugroho Dwi Hananto memperkirakan tsunami yang terjadi di Palu disebabkan oleh bawah permukaan tanah yang bersifat heterogen. Hal itu yang menyebabkan adanya pergerakan sesar mendatar kemudian menimbulkan tsunami.
Di bawah wilayah Palu, terdapat Sesar Palu Koro yang memiliki sifat mendatar. Sesar mendatar memiliki pergerakan berbeda dari sesar naik dan sesar turun. Pergerakan sesar mendatar biasanya hanya bergerak dengan cara bergesekan.
Sesar mendatar, kata Nugroho, sebenarnya tidak menimbulkan guncangan gempa yang besar dan kurang efektif dalam menimbulkan tsunami besar. Namun, yang terjadi di Palu diduga tidak sekadar sesar mendatar tetapi kemungkinan memiliki komponen deformasi vertikal sehingga sampai menyebabkan tsunami.
"Nah sesar mendatar, itu nggak murni mendatar karena ada heterogenitas bawah permukaan. Dia bisa mendatar juga tapi miring. Inilah yang mungkin mengoyak kolom air sehingga bisa menghasilkan tsunami," kata dia, dalam diskusi Analisis LIPI untuk Gempa dan Tsunami Indonesia, di Gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (2/10).
Kawasan teluk di Palu hingga Donggala juga mempunyai bentuk mirip kanal tertutup dengan bentuk dasar laut yang curam. Akibatnya, jika ada massa air laut datang gelombangnya lebih tinggi dan kecepatannya lebih cepat.
Selain itu, ia mengakui pengetahuan manusia soal laut masih sangat kurang. Sebagian besar Sesar Palu Koro kemungkinan besar terdapat di dalam laut dan yang terlihat saat ini hanya sekitar 30 persen.
Ia menilai gempa dan tsunami di Palu menjadi pelajaran penting perlunya data geo-sains yang lebih lengkap untuk bisa mengkaji potensi terjadinya gempa yang berasal dari bawah laut. "Gempa ini penting karena meningkatkan pengetahuan baru tentang tsunami," kata dia.