REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM menegaskan peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Soputan di Sulawesi Utara bukan akibat gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar mengatakan peningkatan aktivitas Gunung Soputan telah terjadi jauh sebelum gempa bumi di Palu pada 28 September 2018.
"Hasil analisis data Badan Geologi menyimpulkan bahwa erupsi yang terjadi di Gunung Soputan bukan akibat gempa Palu melainkan karena intrusi magmatik di dalam Gunung Soputan sendiri," ujarnya dalam rilis di Jakarta, Kamis (4/10).
Ia menambahkan kegempaan Gunung Soputan sudah meningkat sejak Juli 2018 atau beberapa bulan sebelum gempa di Palu. "Magma Gunung Soputan telah bergerak menuju ke arah erupsi jauh sebelum gempa Palu terjadi," ujarnya.
Sumber magma Gunung Soputan adalah pergerakan subduksi Lempeng Laut Maluku yang mengarah ke Barat dan berbeda dengan sumber gempa Palu yang adalah sesar geser Palu-Koro. Selain itu, kata dia, terdapat sembilan gunung api aktif di Sulawesi, secara berurutan dari yang terdekat dengan sumber gempa Palu adalah Colo, Ambang, Soputan, Mahawu, Lokon, Tangkoko, Ruang, Karangetang, dan Awu.
"Dari sembilan gunung ini, hanya Soputan yang erupsi. Hal ini mengindikasikan magma di dalam tubuh gunung itu sendiri yang memungkinkan gunung api tersebut mengalami erupsi," katanya.
Rudy juga menambahkan memang terdapat kemungkinan magma di dalam tubuh gunung api dapat terganggu oleh gempa tektonik berupa pertumbuhan gelembung gas, dorongan gas untuk naik ke permukaan maupun goncangan dapur magma.
Data statistik gunung api di dunia menyebutkan ada sekitar 0,4 persen erupsi yang didahului gempa tektonik besar seperti gempa Palu. "Namun, hingga saat ini belum ada data maupun pembuktian secara ilmiah yang mengindikasikan gempa Palu memicu erupsi Gunung Soputan," ujarnya.
Soputan dengan tinggi 1.784 meter di atas permukaan laut, merupakan gunung api bertipe strato (berlapis) yang terletak di Kabupaten Minahasa Selatan dan Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara. Aktivitas vulkanik Gunung Soputan di permukaan umumnya dicirikan oleh hembusan gas maupun pertumbuhan kubah lava.
Setelah dua tahun istirahat, Soputan menunjukkan gejala peningkatan setidaknya mulai Juli 2018 saat jumlah gempa guguran mencapai maksimum 13 kejadian per hari, Agustus 2018 naik 18 kejadian per hari, September 2018 ada 73 kejadian per hari, dan puncaknya pada 2 Oktober 2018 ada 193 kejadian per hari.
Peningkatan yang teramati selama tiga bulan tersebut kemudian dijadikan dasar Badan Geologi mengirimkan peringatan dini berupa VONA dengan Color Code YELLOW pada 2 Oktober 2018 pukul 18.46 WIB dan juga meningkatkan status aktivitas Gunung Soputan dari Level II (Waspada) ke Level III (Siaga) pada 3 Oktober 2018 pukul 01.00 WITA dengan rekomendasi zona bahaya berada di dalam radius empat km dan perluasan secara sektoral ke arah barat-barat daya sejauh 6.5 km dari puncak.
Badan Geologi juga menyimpulkan hingga Kamis pukul 13.00 WITA, status aktivitas Gunung Soputan masih berada pada Level Siaga.
"Masyarakat di sekitar Gunung Soputan dianjurkan agar menyiapkan masker penutup hidung dan mulut, guna mengantisipasi potensi bahaya gangguan saluran pernapasan dari kemungkinan hujan abu," kata Rudy.