REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Pasuruan Setiyono sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan, Jawa Timur. Penetapan tersangka ini setelah operasi senyap yang dilakukan KPK pada Kamis (4/10).
Selain Setiyono, KPK juga menjerat pelaksana harian Kadis Pekerjaan Umum (PU) Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahya, Staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Tri Hardianto, dan pihak swasta bernama Muhamad Baqir.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan dan menetapkan empat orang sebagai tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK Jakarta, Jumat (5/10).
Alex menuturkan, Setiyono diduga menerima hadiah atau janji sekitar 10 persen dari proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018. Penerimaan suap tersebut dilakukan secara bertahap
Mantan Hakim Tipikor itu merincikan total penerimaan suap yang diterima oleh Setiyono yakni, pada 24 Agustus 2018, M Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Hadiarto sebesar Rp20 juta untuk Pokja sebagai tanda jadi. Kemudian, M Baqir kembali menyetorkan uang tunai Setiyono melalui pihak-pihak perantara sebesar 5 persen atau sekira Rp115 juta.
"Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka (termin pertama) cair," tambahnya. Kemudian dari proyek PLUT-KUMKM, Setiyono mendapat komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai HPS yakni Rp 2.297.464.000, ditambah 1 persen untuk Pokja.
KPK menduga, proyek tersebut diatur oleh Setiyono melalui tiga orang dekatnya yang disebut trio kwek kwek. "Ada kesepakaan fee rata-rata antara 5 sampai 7 persen untuk proyek bangunan dan pengairan," terang Alex.
Dalam suap kali ini, juga terungkap pula kode suap yang digunakan untuk menyamarkan suap kepada Wali Kota Pasuruan, Setiyono dan orang-orang kepercayaannya. Beberapa kode suap yang mereka pakai yakni, 'ready mix' yang mengartikan campuran semen, 'apel' sebagai kata ganti fee proyek, dan 'kanjengnya' yang diduga panggilan Setiyono.
"Teridentifikasi penggunaan sejumlah sandi dalam kasus ini yaitu, 'ready mix' atau campuran semen, 'apel' untuk fee proyek, dan 'kanjengnya' yang diduga berarti Wali Kota," ungkap Alex.
Atas perbuatannya sebagai pihak pemberi suap, M. Baqir disangkakan melanggar Pasal ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan sebagai penerima suap, Setiyono, Diwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.