REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pemerintah Indonesia akan meluncurkan dana investasi infrastruktur dalam pertemuan tahunan International Monetary Fund-Bank Dunia (IMF-BD) 2018. Dana investasi tersebut berbentuk kontrak investasi kolektif atau DINFRA.
Menurut Menteri BUMN Rini Soemarno, DINFRA merupakan salah satu sumber pendanaan yang tepat untuk infrastruktur. "Akhir pekan ini kami akan meluncurkan DINFRA yang menawarkan peluang pendapatan tetap dan partisipasi pasar modal. Ke depannya, kami juga ingin mendorong lebih banyak investasi ekuitas langsung, kemitraan strategis, dan pendanaan proyek jangka panjang yang inovatif," ujar Rini Soemarno dalam Indonesia Investment Forum 2018 di Denpasar, Bali, Selasa (9/10).
Menurut Rini, untuk mewujudkan tujuan pembangunan infrastruktur yang agresif, penting untuk memiliki sumber pendanaan yang tepat karena BUMN kami memiliki kapasitas terbatas untuk mengambil utang selama tahap ekspansi.
Meskipun sumber pendanaan konvensional seperti pinjaman bank, penerbitan obligasi rupiah onshore dan IPO terpilih akan terus menjadi sumber pembiayaan yang dapat diandalkan, namun kata Rini, skema pendanaan lain yang lebih inovatif dalam bentuk utang dan ekuitas akan semakin memainkan peran besar.
Hal ini terlihat dari keberhasilan peluncuran beberapa transaksi pertama sekuritisasi berbasis pendapatan jalan tol, obligasi proyek brownfield dan obligasi rupiah global (atau obligasi Komodo) pada 2017 lalu. Selain itu, pada Juli lalu, reksa dana penempatan pribadi (private placement mutual fund) pertama diluncurkan untuk memungkinkan Jasa Marga mengumpulkan dana sekaligus mengurangi utang pada saat bersamaan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, menuturkan, pasar modal yang dalam dan likuid juga mampu memberikan pembiayaan yang efisien dalam jangka panjang. Disamping itu, kata Wimboh, pasar modal juga mampu menyalurkan dana eksternal secara memadai.
Selain pasar modal yang dalam dan likuid, ada juga kebutuhan untuk menambah berbagai instrumen pembiayaan melalui pembiayaan pasar modal. "Selain dari instrumen pembiayaan tradisional, seperti obligasi biasa atau sukuk, kami optimistis bahwa instrumen seperti perpetual bond, green bond, obligasi daerah, dan Komodo bond, serta pembiayaan dari keuangan campuran akan memainkan peran yang jauh lebih besar pada tahun-tahun mendatang," kata Wimboh.
Selain itu, upaya-upaya tersebut perlu dilengkapi dengan pengembangan pasar yang lebih canggih, seperti sekuritisasi dan instrumen lindung nilai. Wimboh mengungkapkan, Indonesia telah mulai menerapkan ini, dengan perusahaan- perusahaan mengeluarkan sekuritas aset atau pendapatan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
"OJK akan terus berusaha untuk mengembangkan pasar modal yang tangguh dan berkembang, dalam hal permintaan dan penawaran modal, serta infrastruktur pasar," kata Wimboh.