REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terdampak oleh potensi perlambatan ekonomi global yang terjadi pada 2018 dan 2019.
"Negara berkembang akan mengalami pengaruh revisi ke bawah, entah melalui perdagangan internasional, atau 'interest rate yang semakin mahal, Indonesia tidak terkecuali," kata Sri Mulyani saat berbincang dengan Antara di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10).
Ia menjelaskan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS yang berkelanjutan serta penguatan dolar AS dapat menyebabkan biaya pinjaman menjadi lebih mahal. Hal itu juga membuat investasi menjadi tertahan dan tidak bisa tumbuh sesuai potensinya.
"Investasi biasanya meminjam uang, kalau sekarang pinjamnya mahal dan tidak menguntungkan, maka mereka tidak jadi meminjam dan investasi berkurang. Itu kita harus hati-hati karena investasi sebenarnya baru recovery," ujarnya.
Padahal, menurut dia, kinerja investasi sedang menunjukkan adanya tanda-tanda perbaikan dan sempat tumbuh pada kisaran 7,0 persen-7,5 persen pada kuartal sebelumnya. Potensi perlambatan investasi itu dapat berdampak kepada berkurangnya permintaan dan lesunya laju impor serta turunnya pertumbuhan sektor perdagangan nasional secara keseluruhan.
"Impor menurun dalam rangka menurunkan defisit transaksi berjalan itu bagus, tapi impor sebagai tanda pertumbuhan melemah, itu harus kita waspadai, karena beda fenomenanya," ujar Sri Mulyani.
Dalam lingkungan global penuh gejolak, salah satu upaya yang bisa menjaga pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran yang ditetapkan oleh pemerintah adalah dengan melakukan optimalisasi ekspor.
"Kalau ekspor bisa maju lebih cepat, bereaksi terhadap lingkungan dan kesempatan yang sekarang, ekspornya bisa naik. Jadi walau investasi tertahan, growth kita masih bisa naik. Namun kalau ekspor tidak secepat yang diharapkan, growth menjadi lebih lemah," katanya.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam publikasi terbaru menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2018 dan 2019, dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen. Hal itu karena adanya beberapa risiko yang mulai berdampak nyata.
Dalam laporan World Economic Outlook tersebut, Indonesia diproyeksikan hanya tumbuh sebesar 5,1 persen untuk periode 2018-2019.
"Saya rasa itu masih dalam range seperti biasa waktu kita membahas dengan DPR, waktu itu kisaran 5,17 persen sampai 5,3 persen (di 2018)," kata Sri Mulyani.