REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI -- Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada Rabu (10/10) berjanji meningkatkan keamanan nasional, dengan menyatakan pemerintahnya tidak akan tunduk kepada tekanan Cina. Pemerintah Cina meningkatkan tekanan untuk menegaskan kadaulatannya atas pulau dengan pemerintahan sendiri itu.
Keterangan Tsai muncul beberapa pekan menjelang pemilihan umum setempat di pulau itu pada akhir November. Pemilu tersebut dipandang sebagai ujian bagi kinerja partai berkuasa dalam pemilihan presiden pada 2020.
"Pada saat ini, intimidasi Cina dan tekanan politik tidak hanya mencederai hubungan di antara kedua pihak itu, tetapi menantang secara serius stabilitas perdamaian di Selat Taiwan," kata dia dalam pidato Hari Nasional di Taipei.
Taiwan akan meningkatkan anggaran pertahanannya tiap tahun untuk menjamin dirinya dapat mempertahankan kedaulatannya. Caranya dengan meningkatkan kemampuan militer dan pemenuhan sendiri, termasuk memulai kembali pengembangan pesawat latih dan kapal selam canggih untuk dalam negeri.
Cina, yang memandang Taiwan sebagai provinsi bandel, telah meningkatkan tekanan militer dan diplomatik atas Taipei, mengarah kepada periode yang sulit bagi presiden itu dan Partai Progresif Demokratik (DPP) pimpinannya, yang menginginkan kemerdekaan Taiwan. Sebanyak tiga bekas sekutunya: El Salvador, Burkina Faso dan Republik Dominika mengalihkan hubungan diplomatik ke Beijing tahun ini.
Militer Cina telah meningkatkan latihan-latihan di sekitar Taiwan, yang Taipei telah kutuk dan katakan sebagai intimidasi. Taiwan harus bekerja dengan negara-negara lain untuk membangun koalisi mempertahankan demokrasi. Tsai juga mengucapkan terima kasih atas dukungan parlemen Eropa dan Amerika Serikat.
Bulan lalu, Departemen Luar Negeri AS menyetujui penjualan kepada Taiwan suku cadang bagi pesawat tempur F-16 dan pesawat militer lainnya senilai 330 juta dolar, suatu langkah yang Cina katakan membahayakan kerja sama Cina-AS. Cina tidak pernah meninggalkan penggunaan kekuatan untuk memasukkan Taiwan di bawah kendalinya dan berulang-ulang menyebut pulau itu isu paling sensitifnya dalam hubungan dengan Amerika Serikat.
Hubungan dengan Beijing menukik tajam sejak Tsai naik ke tampuk kekuasaan pada 2016. Cina menyangka Taiwan ingin mendorong kemerdekaan resmi yang menjadi garis merah bagi Beijing.