REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan jika masih ada temuan caleg yang diketahui merupakan mantan bandar narkoba dan mantan pelaku kejahatan seksual kepada anak, maka segara akan dicoret dari daftar caleg tetap (DCT) Pemilu 2019. KPU meminta jajarannya lebih teliti menyikapi temuan caleg yang pernah terlibat kasus narkoba.
"Jika masih ada temuan masyarakat tentang caleg yang diketahui merupakan mantan narapidana bandar narkoba nanti akan dicoret dari DCT. Atau dengan kata lain dibatalkan sebagai peserta Pemilu 2019," ujar Pramono di Jakarta, Ahad (15/10).
Hal ini disampaikannya untuk menanggapi temuan masyarakat tentang dua caleg asal Purwakarta yang dinyatakan pernah menjadi terpidana narkoba. Namun, menurutnya temuan tentang caleg yang pernah terlibat kasus narkoba itu perlu diteliti lebih lanjut.
Jika caleg hanya pernah terlibat sebagai pengguna narkoba, maka status pencalonannya masih bisa dilanjutkan. Artinya, dia tidak dicoret dari DCT Pemilu 2019.
"Namun, jika dalam salinan putusan pengadilan menyatakan bahwa caleg itu pernah terlibat memperjualbelikan (pengedar narkoba), maka bisa dikategorikan bandar narkoba. Maka kami akan mencoret dari DCT atau dibatalkan sebagai peserta Pemilu 2019," tegas Pramono.
Jika begitu, lanjut dia, caleg yang dicoret ini tidak bisa diganti kembali. Nomor caleg yang sebelumnya digunakan pun akan menjadi kosong atau tidak ada calon yang diusung oleh parpolnya.
"Hal serupa juga kami berlakukan untuk para mantan narapidana pelaku kejahatan seksual kepada anak," tambahnya.
Sebelumnya, KPU Kabupaten Purwakarta, akan mencoret dua caleg peserta Pemilu 2019. Pasalnya, kedua caleg itu merupakan mantan narapidana kasus narkoba. Ketua KPU Kabupaten Purwakarta, Ahmad Ikhsan Faturrahman, mengatakan, kasus ini terungkap setelah lembaga penyelenggara pemilu itu mendapat informasi dan aduan dari masyarakat.
Sebagaimana diketahui, mantan narapidana bandar narkoba dan mantan narapidana pelaku kejahatan seksual kepada anak tetap tidak boleh menjadi caleg dalam pemilu. Larangan ini tetap berlaku setelah Mahkamah Agung (MA) memutuskan hanya mantan narapidana kasus korupsi saja yang masih diperbolehkan menjadi caleg.