REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Arahan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman terkait kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2019 menuai pro dan kontra. Dalam sambutannya, Sohibul mempersilakan kader PKS untuk melakukan kampanye negatif.
"Silakan antum masuk ke negative campaign cukup 20 persen," kata Sohibul di hadapan calon anggota legislatif PKS yang hadir di dalam konsolidasi di Hotel Bumi Wiyata Depok, Jawa Barat, Ahad (14/10).
Sohibul menjelaskan, kampanye negatif yang dimaksud adalah kampanye dengan mengangkat kelemahan lawan disertai dengan fakta. "Itu namanya negative campaign, itu boleh. Sebab, publik harus tahu calon ini apa kelemahannya," kata dia.
Sohibul mengatakan, sebesar 80 persen sisanya, kader PKS harus melakukan kampanye positif atau positive campaign. "Kampanye positif yang menceritakan tentang kelebihan-kelebihan kita,” ujar dia.
Kendati memperbolehkan melakukan kampanye negatif, PKS justru tidak memperbolehkan kadernya untuk melakukan kampanye hitam. Menurutnya, hal tersebut adalah bentuk fitnah.
"Kami tidak ada toleransi, 0 persen kepada fitnah atau kampanye hitam," kata dia.
Presiden PKS - Sohibul Iman. (Republika/Putra M Akbar)
Kader PKS silakan melakukan 80 persen kampanye positif, 20 persen kampanye negatif, dan 0 persen kampanye hitam. - Presiden PKS Sohibul Iman.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menanggapi pernyataan Sohibul Iman yang memperbolehkan kadernya melakukan kampanye negatif. Menurut Airlangga, wajar oposisi melakukan hal itu lantaran yang dilawan kubu Prabowo adalah seorang pejawat.
"Yang namanya kampanye nggak bisa dibatasi ada yang positif dan negatif tentu bagi yang diseberang itu karena yang dilawan antara incumbent versus non-incumbent. Jadi, incumbent tentu punya track record dan bisa dilihat," kata Airlangga di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (15/10).
Airlangga mengatakan, jika oposisi melakukan kampanye negatif, yang bisa dilakukan oleh kubu pejawat yakni kampanye positif berdasarkan data dan fakta. "Kita akan tonjolkan sisi-sisi positif secara objektif. Karena, objektif itu berbasis data dan kami mengingatkan pemilu ini adalah bagian daripada menyejahterakan masyarakat," kata dia.
Tiga jenis kampanye
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. (Republika/Mahmud Muhyidin)
Kampanye negatif agar jangan salah pilih. - Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
Pada wawancara dengan Republika.co.id pada Agustus lalu, Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian pernah menjelaskan tiga jenis kampanye, yakni kampanye positif (positive campaign), kampanye negatif (negative campaign), dan kampanye hitam (black campaign). “Kampanye positif artinya kampanye tentang program, apa yang ingin mereka kerjakan untuk bangsa,” kata dia.
Tito mengatakan, kampanye negatif yaitu kampanye yang menonjolkan sisi negatif lawan agar publik juga mengetahui kelemahannya. Ia menambahkan, kampanye negatif ini berbeda dengan kampanye hitam atau black campaign.
Ia menerangkan, kampanye hitam adalah kampanye yang mengabarkan sesuatu tentang lawan yang tidak berdasarkan fakta. “Mengampanyekan seseorang yang sebetulnya dia tidak begitu. Black campaign cenderung fitnah,” ujar dia.
Dari ketiga jenis kampanye tersebut, Tito menerangkan, kampanye hitam sangat dilarang. Dia mengatakan, kampanye hitam sudah melewati batas hukum karena tidak disertai fakta.
“Kalau ada laporan atau aduan black campaign, Polri akan melakukan tindakan agar tidak terjadi kejadian yang sama,” kata dia.
Ilustrasi deklarasi antihoaks.
Terkait kampanye negatif, Tito mempersilakannya. Ia mengatakan, pada batas tertentu, kampanye negatif perlu dilakukan agar calon paham sisi positif dan negatif calon. “Jangan sampai salah pilih,” kata dia.
Kendati demikian, Tito mengakui, kampanye negatif bisa menciptakan ketidaknyamanan bagi pihak-pihak yang dikampanyekan dengan persepsi negatif. Karena itu, ia mengatakan, Polri sebenarnya berharap agar semua peserta pemilu memfokuskan pada kampanye positif.
“Kami mendorong semua pihak yang peduli terhadap pemilihan ini untuk tercipta pemilu yang damai. Kami harapkan pihak-pihak ini mengeluarkan positive campaign, kampanye positif,” kata dia.
Belum tentu raih simpati
Terkait ketidaknyamanan, Direktur Program TKN Jokowi-Ma’ruf, Aria Bima, pada 28 September lalu, pernah mengatakan praktik kampanye negatif hingga kampanye hitam pada Pilpres 2014 menyebabkan luka batin di masyarakat. Ia menerangkan, Pilpres 2014 dipenuhi cara kampanye huru-hara.
Bima mencatat, Pilpres 2014 terlalu diwarnai oleh aksi saling ejek-mengejek hingga pertikaian antarpendukung. Dampaknya, ia mengatakan, perseteruan meluas hingga munculnya istilah ‘cebong’ dan ‘kampret’ yang tak pernah usai hingga kini.
Bima pun berpendapat kondisi ini sebenarnya membuat masyarakat tidak siap untuk kembali melihat cara kampanye yang dipenuhi huru-hara. Karena itu, TKN Jokowi-Ma’ruf akan berupaya untuk tidak mengulang kejadian pada 2014.
Ia pun memastikan konten-konten kampanye di media sosial, media arus utama, serta sikap jubir, dan para influencer akan menampilkan karakter yang cerdas dan penuh kegembiraan. “Kami memberikan warga agar tidak memunculkan permusuhan. Ini adalah hasil evaluasi kami dan itu cocok untuk representasi figur Pak Jokowi dan Kiai Ma’ruf,” tutur dia.
“Bagi saya ini sangat disayangkan. Kok menganjurkan kampanye negatif? Katanya mau mengedepankan gagasan dan program?” kata politikus Golkar Ace Hasan Syadzily.
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Ace Hasan Syadzily, berpendapat strategi kampanye negatif belum tentu bisa mengundang simpati. Ia menilai, masyarakat lebih suka menebar kebaikan daripada saling menjelek-jelekkan.
Karena itu, ia menyayangkan, Sohibul dan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno justru menganjurkan kampanye negatif. “Katanya mau mengedepankan gagasan dan program?” kata Ace kepada Republika.co.id, Senin (15/10).
Menurut politikus Partai Golkar ini, kampanye yang ideal, yakni peserta pemilu memiliki visi, misi, dan program yang ditawarkan kepada masyarakat tanpa harus menyinggung peserta lain. Karena itu, Ace mengatakan, Partai Golkar akan mengedepankan kampanye positif yang memfokuskan pada empat poin.
Empat poin tersebut, yakni harga sembako murah, menciptakan lapangan kerja, rumah dengan harga murah, serta revolusi industri keempat berbasis teknologi (revolusi 4.0). Ace enggan berkomentar sisi kelemahan apa yang bisa dikritik dari kubu Prabowo-Sandiaga.
Skandal Sandiaga sebagai kampanye hitam
Melawan hoaks
Terkait kampanye hitam yang berisi hoaks, Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) mencatat hoaks terkait politik, khususnya Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, masih marak. Selama September 2018, ada 86 topik hoaks, yang 59 yang di antaranya adalah hoaks terkait politik.
Ketua Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho mengatakan, hoaks terdahsyat dilakukan Ratna Sarumpaet, yang mengaku dianiaya. Septiaji juga menyampaikan lima hoaks yang paling populer pada September, yakni warga asal Cina ditangkap TNI AD karena membuat KTP palsu, pekerja LRT ditangkap di Karawang disangka Tentara Merah PKC, rezim kodok ini benar-benar anti-Islam, dan demi jalan tol masjid dan tempat ibadah kita pun mereka robohkan.
Sejak masa kampanye dimulai pada 23 September lalu, hoaks yang juga sempat muncul, yakni situs Skandal Sandiaga pada hari kedua masa kampanye. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, mengatakan situs tersebut merupakan salah satu bentuk kampanye hitam dalam pemilu.
"Kalau memang ada situs semacam itu, yang isinya mengarah kepada konten pornografi, maka bisa disebut kampanye hitam (black campaign)," ungkap Bagja seusai diskusi di Sarinah, Jakarta Pusat, Rabu (26/9).
Warga yang tergabung dalam Generasi Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) menunjukkan saat unjuk rasa menolak hoaks di Alun-Alun Tegal, Jawa Tengah, Rabu (10/10). (Antara)
Bagja mengatakan, menerangkan pilihan menjadi capres atau cawapres memang diikuti dengan risiko bahwa kehidupan pribadinya bakal terekspose. Namun, ia mengatakan, eksposur terhadap kehidupan keluarga juga tetap perlu ada batasan.
"Privasi seseorang yang berhubungan dengan ruang kamar tidur, rumah, maka orang tidak perlu tahu. Namun, apakah capres atau cawapres punya rumah berapa, anak berapa, istri berapa, itu orang perlu tahu," kata dia.
Apalagi, ia menambahkan, jika ekspose terkait kehidupan pribadi tersebut fitnah alias tidak benar. "Hal-hal yang bersifat fitnah juga tidak boleh disebarkan. Mereka juga harus punya standar kenyamanan. Nyalon saja susah, apalagi diserang fitnah, kasihan keluarganya," ujar Bagja.