Senin 15 Oct 2018 18:00 WIB

Berdebat tentang Otodidak

Metode ini dianggap sering menimbulkan salah penafsiran.

Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Metode belajar otodidak tak luput dari kritik. Metode ini dianggap sering menimbulkan salah penafsiran. Sangat berbeda jika seseorang belajar dengan bimbingan seorang guru yang ahli di bidangnya.

Salah satu cendekiawan yang mengkritik metode ini adalah Abu Ali al-Dinawari. Ia mengatakan, al-Mubarrad lebih ahli dalam membahas karya Sibawayh berjudul al-Kitab dibandingkan  Tsa’lab. Penyebabnya, kata al-Dinawari, al-Mubarrad mempelajari karya itu melalui bimbingan seorang guru. Sementara itu, Tsa’lab belajar sendiri.

Pada masanya, Tsa’lab yang dikenal sebagai ahli tata bahasa mazhab Kufah banyak mempelajari tata bahasa mahzab lainnya, yaitu Basrah, secara otodidak. Ia enggan belajar tata bahasa mazhab tersebut di bawah bimbingan guru-guru dari Basrah yang menjadi pesaingnya.

Ibnu al-Dahlan, seorang ahli filologi, memiliki pandangan yang sama dengan al-Dinawari. Dia mengungkapkan pandangannya itu dalam syair berikut ini.

Janganlah engkau mengira buku-buku itu akan membantumu

Jangan pikir, dengan membacanya, kau akan jadi seperti kami

Karena ayam pun memiliki sayap-sayap yang berbulu

Tapi, dengan bulu-bulunya itu, ia tak dapat terbang tinggi

Selanjutnya, metode otodidak ini pun menyulut perdebatan sengit antara dua dokter ternama, yaitu Ibnu Ridwan dan Ibnu Buthlan. Ibnu Ridwan belajar ilmu kedokteran secara otodidak. Ia mengatakan, belajar seperti itu dianggapnya lebih efektif daripada harus mendapatkan bimbingan dari seorang guru.

Salah satu buku kedokteran yang pernah ia dalami secara otodidak adalah Kitab al-Nafi’ fi Kayfiyyati Ta’alum al-Shina’ah al-Thibb atau buku penting tentang cara mempelajari kedokteran. Sementara itu, Ibnu Buthlan menulis sebuah buku yang menentang pandangan rekannya itu.

Menurut Ibnu Buthlan, seseorang yang belajar ilmu pengetahuan melalui seorang guru akan menguasai lebih baik ilmu tersebut dibandingkan mereka yang belajar sendiri. Ia mengungkap sejumlah kelemahan belajar secara otodidak, di antaranya potensi kekeliruan dalam memahami kalimat karena banyak kata yang ambigu.

Hal lainnya, ujar dia, munculnya kesalahan yang disebabkan gangguan penglihatan dan pengetahuan yang tak memadai tentang perubahan akhiran kata. Kendala lainnya terkait istilah teknis dalam sebuah disiplin ilmu. Termasuk, kata-kata asing yang tercantum dalam sebuah karya yang dipelajari.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement